NGUPAT*)
Oleh: Dedi
Saeful Anwar
Lebaran sebentar
lagi
Berpuasa sekeluarga
Sehari penuh yang sudah besar
Setengah hari yang masih kecil
Alangkah asyik pergi ke mesjid
Solat tarawih bersama-sama
Berpuasa sekeluarga
Sehari penuh yang sudah besar
Setengah hari yang masih kecil
Alangkah asyik pergi ke mesjid
Solat tarawih bersama-sama
... ...
Penggalan lirik
lagu “Lebaran” dari grup musik legendaris asal Bandung, Bimbo, sudah sangat
jarang terdengar. Kini telah banyak lahir lagu-lagu reliji baru, baik dari
grup-grup band maupun grup-grup nasyid. Walau terkadang merasa aneh juga, lagu
reliji tapi personil grupnya beranting.
Namun, sekalipun
diserbu lagu-lagu baru, lagu Bimbo seperti contoh di atas selalu menghadirkan aura
lain. Selain lagu Bimbo tadi, ada hal lain yang tak bisa dipisahkan dengan
Lebaran. Yaitu, tradisi "Ngupat".
Siapa yang tak kenal, tak tahu atau tak pernah mencicipi kupat*)? Bisa dipastikan kupat bukan hal yang aneh untuk dibahas.
Kala Lebaran menyapa, hidangan kupat seolah menu wajib. Sejak kecil dulu hingga
sekarang, tanpa kupat rasanya belum
Hari Raya.
Tetapi, tentunya setiap daerah atau pun di negara lainnya,
juga memiliki makanan khas yang disajikan saat Hari Lebaran. Tidak hanya kupat. Bila berbicara tentang kupat, makanan khas ini Lebaran paling
pas jika disajikan dengan opor ayam lalu dinikmati beramai-ramai dengan seluruh
keluarga. Ibarat ponsel dengan kartunya, atau perangko dengan amplopnya. Kupat dan opor adalah sejoli paling serasi.
Untuk membuat kupat
kini tak perlu repot-repot. Penjual cangkang kupat
biasanya sudah banyak berjajar di pinggir-pinggir jalan di saat menjelang
berakhirnya Ramadan. Tinggal merogoh kocek beberapa lembar uang seribuan, dan
cangkang kupat pun siap diisi beras lalu direbus. Hidangan kupat siap disantap. Tanpa kupat
lebaran terasa belum lengkap walau berkumpul dengan keluarga.
Jika memutar jarum ke masa lalu, saat mendekati lebaran, antara
dua atau satu hari lagi, ibu sering menganyam sendiri cangkang kupat. Sambil menemani ibu menganyam,
aku sering memerhatikan tangan beliau yang lihai dan terampil menyulap tiap
helai janur menjadi berpuluh cangkang kupat nan cantik. Perpaduan warna hijau
muda kekuningan. Lalu, dari pada bengong akhirnya aku pun tertarik untuk
belajar pada ibu, membuat cangkang kupat. Hingga berhasil membuat beberapa cangkang kupat*). Walau tak seindah dan serapi buatan ibu, tapi hal itu
menghadirkan pujian lembut ibu meluncur dari mulutnya.
Membuat cangkang kupat tentu lebih sensasional. Dari
mulai membeli janur (daun kelapa muda), lalu menganyamnya. Selain menghemat
biaya dan mengasah kreativitas, juga sekalian "ngabuburit". Dan yang lebih esensi lagi adalah menjaga
tradisi, sebelum cangkang kupat dan "ngupat"*) diakui negeri lain.[]
Cianjur, 5 Juli 2015
*)Kupat (Sunda) =
ketupat
Kupat = leupeut
nu dibungkusan ku kantong janur meunang nganyam, bangunan pasagi burung.
*) Ngupat = nyieun kupat (membuat ketupat)
*)Cangkang kupat = janur nu dianyam nu jadi pamungkus eusi
kupat, sok disebut oge urung kupat.
(janur yang di anyam yang jadi pembungkus isi ketupat, sering juga disebut urung ketupat)
---
---