BEDAH BUKU SENYUM NOLINA

BEDAH BUKU SENYUM NOLINA
KUMPULAN CERPEN "SENYUM NOLINA" karya Dedi Saeful Anwar ini sudah bisa dipesan. Harga Rp38.000 (belum ongkir). [Info pemesanan dan penerbitan di FAM Publishing hubungi Call Centre 0812 5982 1511, atau via email forumaktifmenulis@yahoo.com, dan kunjungi web kami di www.famindonesia.com]

Senin, 29 Februari 2016

[FTS] DATANG DAN PERGI

DATANG DAN PERGI
(kisah hujan dan kerbau)


Oleh: Dedi Saeful Anwar

SESUATU yang datang dan pergi selalu menimbulkan sebab akibat. Kedatangan dan kepergian di dunia adalah hal yang wajar dan tak terbantahkan. Merupakan sebuah hukum alam. Semua itu bukan tanpa sebab dan tujuan. Tentu semuanya ada yang mengatur. Dialah Sang Pencipta alam semesta, Allah ‘Aza Wajalla.
Seperti hujan. Semalam dia datang bertasbih memenuhi tugas dari-Nya. Dia menyiram tubuh bumi yang tengah lelap tidur. Tak perduli semua gigil dan kaku, hingga desau enggan menderu.
Pagi pun datang memenuhi tugas seperti biasa. Namun kali ini matahari cemberut. Dia enggan membuka jendela cahaya. Daun-daun tertunduk menahan beban air titipan hujan di pundak mereka. Batang-batang pohon pun masih  kuyup. Rerumputan bergumul dengan sesamanya. Mereka berpelukan dan saling merangkul tanah yang gelisah.
Burung-burung di dahan pohon hanya beberapa saja yang terdengar cicitannya. Mereka membangunkan teman-temannya yang masih lelap di sarang, tak luput dari terpaan hujan.
Namun sejak kepergian hujan, pagi memiliki banyak cerita. Udara terasa sejuk,  segar, dan bersih. Semua makhluk yang bernapas terlihat lepas dan bebas menikmati pemberian Tuhan yang tiada batas. Semua boleh menghirup dalam-dalam kemudian membuangnya, lalu menghirup lagi, membuangnya lagi. Begitu terus. Hingga jantung mereka dinyatakan berhenti pada waktunya. Nikmat apa lagi yang kau dustakan?
Kepergian hujan pun telah menyulap air selokan dan sungai melimpah tertimpa berkah. Sawah-sawah sumringah. Aliran air mendatangkan suara khas. Mereka datang  dari tempat yang agak tinggi kemudian jatuh ke dataran yang lebih rendah menciptakan konser alam. Gemuruhnya menjadi alunan melodi yang dipimpin oleh liukan daun-daun kelapa yang batangnya membaja. Tak ubahnya  bak seorang konduktor dalam sebuah pagelaran orchestra.
Di kejauhan deru traktor terdengar pongah. Ia berbeda dengan suara-suara alam. Betapa tidak. Dia sudah menggantikan peran kerbau. Dahulu di musim penghujan seperti sekarang ini, setiap pagi buta banyak kerbau selalu membantu petani mengolah sawah.
Kini kerbau telah pergi menangisi nasibnya. Ia sudah lama terliminasi oleh waktu dan zaman. Walau harga bahan-bakar terus menggelegar ibarat roket melesat menuju langit, namun petani melihat bahwa rumput sahabat hujan yang gratis pemberian Tuhan itu, tak lebih murah dibanding bahan bakar untuk sebuah mesin traktornya.
Hujan akan terus datang menangisi kerbau yang entah ke mana ia telah pergi.


Cianjur, 18 April 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar