DATANG DAN PERGI
(kisah hujan dan kerbau)
Oleh: Dedi Saeful Anwar
SESUATU yang datang dan pergi selalu menimbulkan sebab akibat.
Kedatangan dan kepergian di dunia adalah hal yang wajar dan tak terbantahkan. Merupakan
sebuah hukum alam. Semua itu bukan tanpa sebab dan tujuan. Tentu semuanya ada
yang mengatur. Dialah Sang Pencipta alam semesta, Allah ‘Aza Wajalla.
Seperti hujan.
Semalam dia datang bertasbih memenuhi tugas dari-Nya. Dia menyiram tubuh bumi
yang tengah lelap tidur. Tak perduli semua gigil dan kaku, hingga desau enggan
menderu.
Pagi pun
datang memenuhi tugas seperti biasa. Namun kali ini matahari cemberut. Dia enggan
membuka jendela cahaya. Daun-daun tertunduk menahan beban air titipan hujan di pundak
mereka. Batang-batang pohon pun masih
kuyup. Rerumputan bergumul dengan sesamanya. Mereka berpelukan dan
saling merangkul tanah yang gelisah.
Burung-burung
di dahan pohon hanya beberapa saja yang terdengar cicitannya. Mereka
membangunkan teman-temannya yang masih lelap di sarang, tak luput dari terpaan
hujan.
Namun sejak kepergian
hujan, pagi memiliki banyak cerita. Udara terasa sejuk, segar, dan bersih. Semua makhluk yang bernapas
terlihat lepas dan bebas menikmati pemberian Tuhan yang tiada batas. Semua
boleh menghirup dalam-dalam kemudian membuangnya, lalu menghirup lagi,
membuangnya lagi. Begitu terus. Hingga jantung mereka dinyatakan berhenti pada
waktunya. Nikmat apa lagi yang kau dustakan?
Kepergian
hujan pun telah menyulap air selokan dan sungai melimpah tertimpa berkah.
Sawah-sawah sumringah. Aliran air mendatangkan suara khas. Mereka datang dari tempat yang agak tinggi kemudian jatuh ke
dataran yang lebih rendah menciptakan konser alam. Gemuruhnya menjadi alunan
melodi yang dipimpin oleh liukan daun-daun kelapa yang batangnya membaja. Tak
ubahnya bak seorang konduktor dalam
sebuah pagelaran orchestra.
Di kejauhan
deru traktor terdengar pongah. Ia berbeda dengan suara-suara alam. Betapa tidak.
Dia sudah menggantikan peran kerbau. Dahulu di musim penghujan seperti sekarang
ini, setiap pagi buta banyak kerbau selalu membantu petani mengolah sawah.
Kini kerbau telah
pergi menangisi nasibnya. Ia sudah lama terliminasi oleh waktu dan zaman. Walau
harga bahan-bakar terus menggelegar ibarat roket melesat menuju langit, namun
petani melihat bahwa rumput sahabat hujan yang gratis pemberian Tuhan itu, tak
lebih murah dibanding bahan bakar untuk sebuah mesin traktornya.
Hujan akan
terus datang menangisi kerbau yang entah ke mana ia telah pergi.
Cianjur, 18 April 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar