Oleh: Dedi Saeful Anwar
Aku mengenal olah raga bulutangkis
atau dalam istilah lain adalah badminton, sudah sejak kecil. Aku sering bermain
bulutangkis walaupun perlengkapan yang digunakan sungguh mengenaskan. Pemukul kok-nya terkadang aku menggunakan piring yang terbuat dari seng hingga
menimbulkan suara “tong-tang-tong-tang”. Tapi aku tidak perduli dengan telinga orang lain yang terganggu. Enjoy saja.
Atau kadang-kadang aku membuatnya
dari sebuah triplek bekas disambung dengan sebilah bambu kemudian dipaku sebisa
mungkin hinggga menimbulkan bunyi, “tok-tak-tok-tak”
Semua kulakukan karena aku memang suka, dan mencintai bulutangkis. Hingga
akhirnya aku memiliki idola seorang pemain bulutangkis yang sangat terkenal
saat itu yatu Liem Swie King, pemain Indonesia yang memiliki julukan terkenal
dengan “King Smash”-nya.
Namun keterbatasan rupanya
membuatku semakin gila mencitai bulutangkis. Hingga pada sebuah perayaan
Agustusan di kampungku aku mengikuti sebuah pertandignan bulutangkis antar RT.
“Man, ayo cepat, malam ini jadwal pertandingan
buluitangkis. Kamu akan melawan si Endang dari RT. 6.!” Rido, memanggil. Aku
baru pulang mengaji saat itu
“Iya tapi aku tidak punya raketnya Do?” jawabku
sedikit mengeluh
“Ayo cepat, biar raket aku saja yang kamu pakai.
Nih!” Rido menyodorkan raket Yonex
yang sudah lama aku idamkan.
“Waa..h kamu baik sekali Do.” Aku sumringah dan
semangatku semakin timbul.
“Iya makanya, yuk berangkat!” Rido segera menarik tangaku.
“Iya makanya, yuk berangkat!” Rido segera menarik tangaku.
***
Kecintaanku pada bulutangkis mengantarkanku menjuarai Turnamen Agustusan tingkat RT/RW, hingga membawaku ke tingkat Desa. Beruntung selama aku tidak mempunyai raket aku memiliki sahabat setiaku, Rido yang mendampinginku dan memberiku pinjaman raket selama pertandingan antar kampung itu. Hingga aku menjuarai tingkat Desa dan mendapat hadiah sebuah raket yang menjadi kenangan dan selalu menggantung di dinding kamarku hingga aku beranjak dewasa. “I love Badminton, so much.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar