KEGANJILAN DI SEMESTER GANJIL
Oleh: Dedi Saeful Anwar
Awal Oktober 2010 adalah saat aku
harus menyesuaikan diri di tempat baru karena pindah tugas mengajar dari sebuah Sekolah Dasar di daerah terpencil ke sebuah Sekolah Dasar di perkotaan. Bertepatan
dengan kelahiran putri pertamaku di minggu pertama. Hari-hariku langsung disibukkan
dengan mengisi sepuluh kelas karena menggantikan seorang guru Bahasa Inggris yang
sedang cuti melahirkan. Di tengah suasana baru itu aku harus segera mempersiapkan
soal-soal untuk menghadapi Ulangan Tengah Semester (UTS) Ganjil yang akan
digelar pada minggu ke dua. Sementara di minggu ke tiga hasil UTS harus segera
dilaporkan dan berkas ulangan harus kubagikan kepada semua siswa.
Sehabis shalat subuh aku
menyalakan mesin cuci. Sambil menunggu cucian bersih kuperiksa hasil ulangan
kelas 3A sementara kelas 3B sudah kuselesaikan. Beres menjemur cucian berkas
ulangan pun selesai kuperiksa tinggal kupindahkan hasilnya ke buku Daftar
Nilai.
Hasil ulangan yang acak-acakan
pun kusimpan di atas meja di ruang guru, segera kubergegas masuk kelas 3A jam
ke satu dan kedua, dan di kelas 3B pada jam ke tiga hingga ke empat. Baru pada
jam istirahat kumasukkan semua hasil UTS ke Buku Daftar Nilai. Aawalnya tidak
ada yang aneh. Ku ambil berkas UTS kelas 3A. Lembar pertama ternyata nomor
absen pertama, lalu lembar ke dua juga absen nomor dua. Hingga lembar ke
sebelas baru aku sadar bahwa berkas tersebut sudah rapih bersusun dari nomor
urut 1 hingga 45. Padahal sejak semalam semua berkas itu kuacak tidak
beraturan. Sebelum kulanjutkan ke lembar nomor dua belas kuhentikan sejenak.
Kuberpikir, siapa gerangan yang sudah membantu merapikan pekerjaanku?. Aku
yakin berkas UTS ini berada dalam map plastik, kutindih dengan Buku Daftar
Nilai dan di kantor tidak ada siapa pun karena semua guru berada di kelasnya
masing-masing.
“Kang Abdul, apa tadi ada
yang masuk kantor sebelum istirahat?”
tanyaku pada penjaga sekolah.
“Ada pak, Pak Asep mengambil bola
voli dan Bu Imas mengambil Torso, tapi sebentar saja mereka. Memangnya ada apa
ya?” Kang Abdul menjelaskan panjang lebar.
“Lalu ada yang duduk di meja saya
tidak?” desakku lagi.
“emmm... saya rasa tidak ada pak,
dari tadi saya di sini menyapu terus mengepel lantai dan tidak ada yang sempat
duduk-duduk di sini.” Jelas Kang abdul lagi.
Jawaban Kang Abdul semakin
membuatku heran. ‘Lalu siapa gerangan yang merapikan berkas-berkasku ini?’
gumamku dalam hati.
“Oh iya, gak apa kalu begitu,
terima kasih kang.” Jawabku singkat, dan melanjutkan pekerjaanku memasukkan
nilai untuk kelas 3B. Keanehan terjadi lagi. Berkas ulangan kelas 3B pun
ternyata sudah rapi, berurut dari nomor 1 hingga nomor absen 42! Keherananku
tidak terjawab hingga kutemukan keganjilan lain di minggu ke empat.
Hari sabtu kubergegas pagi hari
mengenakan setelan training pak untuk berolahraga massal di sekolah. Walaupun
bukan guru oleh raga tapi aku selalu mengikuti program pembiasaan senam di
akhir pekan. Sekalian membantu guru olahraga yang kerepotan mengatur siswa dari
kelas dua hingga kelas enam. Sementara kelas satu tidak dilibatkan. Sesampainya
di sekolah aku kaget karena dompetku tidak ada. Tapi terbersit keyakinan bahwa
dompet mungkin di saku celana coklat karena kemarin Jum’at kukenakan pakaian
pramuka sehabis melatih Ekskul Pramuka.
Namun sesampainya di rumah
kepanikan mulai menyerangku. Dompetku hilang!
Ku cari di saku celana pramuka,
tidak ada. Di laci meja kerja juga tiada. Penasaran ku bongkar isi tas kerjaku
hingga ku balik tasku. Tetap dompet itu tak kutemukan.
“Bu, apa ibu menyimpan dompet
ayah?” tanyaku pad istriku.
“Dompet? Dompet ayah?” istriku
malah balik bertanya smabil mengernyitkan dahi.
“Iyalah bu, habisnya dompet siapa
lagi?” sergahku dengan nada panik.
“Enggak, Yah! Kok bisa hilang?” Jawaban
istriku semakin menambah kepanikkanku. Panik karena minggu pagi aku harus berangkat ke
Bandung untuk keperluan menemui dosen pembimbing skripsiku. hingga
keberangkatanku ke Bandung dompet itu masih tidak kutemukan. Beruntung saja
selama perjalan ke Bandung hingga pulang kembali ke Cianjur aku selamat tidak
terkena operasian polisi walau dengan tanpa membawa surat-sruat berkendara
seperti SIM dan STNK karena semuanya raib bersama dompetku itu.
Hari senin sehabis upacara aku
menceritakan semua kejadian itu kepad guru-guru sebelum semuanya masuk kelas.
Namun keanehan kembali hadir. Saat kubukua tas kerjaku dompet hilang itu sudah berada
dalam tasku, tepat di bawah resleting tas kerjaku. Isinya lengkap, tanpa ada
yang hilang termasuk uangku utuh!
“Pak Dedi, jangan kaget ya, itu
penunggu di sekolah ini yang ingin berkenalan dengan guru baru!” Bu Dedeh guru
kelas II menenangkanku sambil tersenyum.
Aku hanya diam melongo dan tak
bereaksi. Masih tidak mengerti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar