BEDAH BUKU SENYUM NOLINA

BEDAH BUKU SENYUM NOLINA
KUMPULAN CERPEN "SENYUM NOLINA" karya Dedi Saeful Anwar ini sudah bisa dipesan. Harga Rp38.000 (belum ongkir). [Info pemesanan dan penerbitan di FAM Publishing hubungi Call Centre 0812 5982 1511, atau via email forumaktifmenulis@yahoo.com, dan kunjungi web kami di www.famindonesia.com]

Rabu, 20 Mei 2015

[ARTIKEL] OBOR TANPA BAHAN BAKAR

OBOR TANPA BAHAN BAKAR
Oleh: Dedi Saeful Anwar

Istilah pe-ha-pe bagi kalangan a-be-ge (baca: remaja) mungkin sudah tidak asing lagi. Sebuah Jargon yang pantas diberikan kepada seseorang yang suka memberikan harapan yang tidak pasti. Seperti itu pulalah  istilah yang tepat untuk Kemenag Kabupaten Cianjur saat ini.
Betapa tidak, lembaga pemerintah yang menaungi madrasah ini sampai berita ini diturunkan belum juga mau menurunkan dana tunjangan sertifikasi bagi setiap guru Non PNS er di bawah naungannya selama 8/delapan bulan, yaitu terhitung sejak September 2014 hingga April 2015.
Jumlah tunjangan yang perbulannya kurang dari satu juta lima ratus ribu rupiah (setelah dipotong ini dan itu). Jumlah angka yang tentu saja tidak mencukupi keperluan hidup seorang guru yang sudah memiliki tanggungan keluarga dalam satu bulan. Namun demikian, bagaimana pun juga para penerimanya tentu saja patut bersyukur. Karena menjadi guru sudah menjadi pilihan dan jalan hidup. Mendidik anak-anak Bumi Pertiwi ibarat memantik pelita dalam gelap.
Lantas bagaimana para pemantik pelita itu jika tidak diberi pasokan bahan bakar. Apakah sebuah obor akan menyala bila tidak diberi bahan bakar? Apakah sebuah tungku akan mengeluarkan api bila tidak diberi suluh? Apakah sebuah masakan akan matang di atas perapian bila kayu bakar yang menghasilkan api itu telat? Karena itu, peran bahan bakar atau suluh yang akan menghasilkan api tersebut sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia.
Demikian pula dengan tunjangan prosfesi seorang guru. Bagi seorang PNS bila tunjangan sertifiaksi itu telat mungkin masih ada cadangan untuk menopang kebutuhan sehari-harinya dari gaji bulanan. Lantas bagaimana dengan guru Non PNS er yang mengandalkan biaya hidup hariannya hanya megnandalkan dari tunjangan profesi (sertifikasi)? Sementara tunjangan itu tak kunjung diturunkan/disalurkan—bahkan hingga berbulan-bulan?
Masih mending bagi yang mengabdi di bawah sebuah yayasan yang sehat manajemen keuangannya. Artinya gaji bulanan dari yayasan itu lancar---walaupun jumlah angkanya tetap tak seberapa alias tak mencukupi.
Lalu, bagaimana kalau yayasan tersebut juga kehidupan organisasinya mengandalkan dari sang TUAN BOS? Sementara dana itu juga selalu macet dan tersendat. Ibarat setali tiga uang. Jangankan untuk biaya kesehatan, biaya rekreasi, membeli pakaian atau kebutuhan tambahan serta hal lainnya. Sekadar untuk memenuhi kebutuhan pokok pun, para guru Non PNS er yang berada di bawah sebuah yayasan bukan makan nasi dan lauk-pauk. Namun kenyataan pahit yang ada. Mereka makan angin tiap hari, tiap minggu bahkan hingga berbulan-bulan.
Para pembuat kebijakan dalam hal tunjangan profesi guru Non PNS  di bawah naungan Kemenag Kabupaten Cianjur ini seperti tidak punya rasa empati. Mereka bukan hanya tidak sayang pada para guru Non PNS  dan keluarganya yang menantikan jumlah angka yang tidak seberapa itu. Tapi dengan jelas dan terang-terangan mereka tidak mendukung keberlangsungan ilmu pada peserta didik. Mengapa demikian? Kita simak beberapa  kisah berikut.
Pak Soleh (nama samaran) berkali-kali tidak masuk beberapa kali untuk mengajar di sebuah madrasah swasta. Padahal dia adalah seorang guru profesional! Profesional? Apa iya profesional? Dian memang guru profesional karena sudah bersertifikat. Dia sudah mengikuti PLPG (Pendidikan dan Latihan Profesi Guru). Jelas dong dia seorang guru profesional. Hah?! Kalau profesional itu ‘gak mungkin meninggalkan kelas tanpa sebab dan seenaknya. Profesional itu idealnya menggunakan alat bantu pembelajaran yang memadai dan metode mengajarnya menarik saat di hadapan peserta didik. Masak iya seorang profesional bolos? Memangnya ke mana dia? Ternyata selidik punya selidik dia pergi ke sawah menjadi buruh tani. Dia mencangkul sawah Pak Haji yang baru saja dipanen dan pada musim hujan ini akan ditanami lagi. Karena dia berpikir bahwa upahnya lumayan untuk sedikit membeli beras. Sisanya untuk biaya jajan dua anaknya yang masih balita. Jadi dari pada mengajar di kelas yang sudah berbulan-bulan tanpa dibayar, lebih baik cari kerja yang uangnya langsung keterima.
Pak Zulkifli (juga nama samaran) sering mengeluhkan soal motornya. Motor tuanya belum diganti oli dan servis bulanan. Dua ban motornya sering kempes karena ban luarnya sudah gundul. Setiap hari dia berangkat menuju madrasah selalu melalui jalan berlubang dan berbatu. Batu-batu sebesar kepalan tangan di sana-sini. Belum lagi batu-batu kerikil yang berserakan juga. Hingga membuat ban motor tuanya bocor hingga robek. Dia sudah berkali-kali meminjam uang tabungan ke bendahara tabungan siswa untuk sekadar membeli satu hingga dua liter bensin yang sejak akhir 2014 terus mengalami kenaikan harga. Kenaikan bahan bakar tentu memicu kenaikan harga barang kebutuhan lainnya pula. Semakin tercekiklah Pak Zulkifli yang kini hutangnya sudah menumpuk. Sementara penghasilan tiap bulan sudah tak pernah diterima lagi. Kabar terakhir terdengar dia juga sering tidak memberikan bahan pelajaran di kelas. Kini dia berjualan. Dia juga (katanya) guru profesional!
Pak Anto, Pak Somad, Pak Junaedi dan bapak-bapak guru madrasah lainnya kini sudah semakin jarang terlihat batang hidungnya di dalam kelas. Semua mencari penghasilan tambahan demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Sementara Kemenag Kabupaten Cianjur sudah berubah status menjadi lembaga pemberi pe-ha-pe. Uang tunjangan sertifikasi tak kunjung mengalir ke pipa-pipa rekening yang sudah kehilangan rasa simpati.
Benarkah Kemenag Kabupaten Cianjur sudah ikhlas dalam beramal seperti jelas terpampang dalam motto? Beramal melayani hak para guru Non PNS  yang (katanya) sudah bersertifikat dan disebut profesional? Apakah Kemenag Cianjur amanah dalam menunaikan tugasnya?
Pantaskah guru Non PNS  yang sudah bersertifikasi disebut guru profesional kalau tidak hadir di kelas. Ingat, mereka tidak hadir karena tak bersuluh. Karena mereka sudah berubah wujud. Mereka adalah obor yang tak diberi bahan bakar. Mereka adalah perapian yang tak diberi kayu bakar. []


Cianjur, 20 Mei 2015
Memperingati hari Kebangkitan Nasional

Berita terkait:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar