3.2.a.9. Koneksi Antar Materi - Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya
PEMIMPIN
PEMBELAJARAN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA
Oleh: Dedi Saeful Anwar
CGP-2, Kabupaten Cianjur
Dalam
menghadapi perubahan zaman yang sangat dinamis tentu dituntut pribadi yang
tidak tinggal diam. Hal ini mau tidak mau setiap pribadi dituntut untuk bergerak
dan tidak tinggal di dalam zona nyaman. Begitu
pula dengan profesi pendidik (guru). Sebagai salah satu ujung tombak dalam
mencerdaskan anak bangsa menjadi penting untuk terus meningkatkan kompetensi
agar tidak tertinggal bahkan tergilas orda perubahan yang begitu cepat.
Kita
tidak bisa menjadi penonton terus. Tidak pula untuk terus berpikir negatif terhadap
segala perubahan. Berpikir postif adalah jalan yang harus segera kita tempuh. Energi
postif akan membangun atmosfir di lingkungan kita berada. Hal ini tentunya
membuat kita menjadi fokus untuk bergerak maju.
Dengan
demikian musti diambil jalan yang dapat membuat kita kembali pada rel pendidikan
yang sesungguhnya. Jika kita melirik kembali pengertian Pendidikan menurut Ki
Hadjar Dewantara (KHD) yang mengatakan dengan jelas bahwa Pendidikan (opvoeding)
adalah kegiatan yang memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang
dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota
masyarakat.
Untuk
mencapai keselamatan dan kebahagaian tentunya memerlukan sebuah proses yang
tidak mudah dan sebentar. Seorang pendidik dituntut untuk menjadi pemimpin di
dalam kelas, sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah dalam mengimplementasikan
segala kemampuan yang dimilikinya. Salah satunya dengan Pembelajaran
Berdiferensiasi.
Menurut
Tomlinson (2000), Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan
proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap
murid. Dengan berupaya membuat perubahan yang berbasis kekuatan yang terdapat
pada murid berdasarkan kebutuhan mereka, maka diharapkan setiap murid di kelas
meraup kesuksesan di dalam proses pembelajarannya.
Pembelajaran
Berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense)
yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Dengan demikian
pemikiran berorientasi kepada murid sangat sejalan dengan tujuan untuk
menciptakan manusia yang beradab.
Rangkaian
Pembelajaran berdiferensiasi di antaranya: 1. Menciptakan lingkungan belajar
yang “mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras; 2. Kurikulum yang
memiliki tujuan pembelajaran; 3. Penilaian berkelanjutan; 4. Merespon kebutuhan
belajar muridnya menggunakan sumber belajar, cara, dan penugasan serta
penilaian yang berbeda; 5. Manajemen
kelas yang efektif dan terstruktur.
Selain
dengan pembelajaran berdiferensiasi, dapat juga dengan menerapkan Pembelajaran
Sosial dan Emosional (PSE). PSE adalah pembelajaran yang dilakukan
secara kolaboratif seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini
memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan
pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional.
Selanjutnya
jika kita menelaah Filosofi KHD bahwa pendidikan adalah persemaian
benih-benih kebudayaan yang diyakini dapat menciptakan manusia Indonesia yang
beradab dan pendidikan itu harus holistik. Artinya pendidikan harus seimbang
antara budi dan pekerti. Dengan demikian untuk mewujudkan manusia yang beradab harus
didukung dengan segala kekuatan yang dimiliki oleh sekolah sebagai sebuah
ekosistem yang lengkap dengan unsur biotik (makhluk hidup) dan abiotiknya (sarana
dan prasarana).
Jika
sekolah sebagai sebuah ekosistem dan bercita-cita untuk melahirkan murid menjadi
lebih berkualitas (Profil Pelajar Pancasila) maka tentunya memerlukan rangkaian atau proses yang
berkesinambungan dan didukung oleh semua unsur yang dimiliki sekolah (baca:
sumber daya sekolah). Hal ini
memerlukan sebuah pengelolaan sumber daya yang tepat untuk membantu proses
pembelajaran murid menjadi lebih berkualitas. Sehingga visi,
misi, dan tujuan akhir yang diharapkan akan terwujud dengan maksimal.
Dalam Pendidikan
Guru Penggerak hal ini menjadi sebuah jalan
untuk turut serta menjadi agen transformasi pendidikan. Sebab terdapat 5 Nilai
Guru Penggerak yang dapat mendukung terwujudnya cita-cita untuk menciptakan
manusia yang memiliki kompetensi dalam menghadapi perubahan zaman yang dinamis
yaitu: Mandiri, Reflektif, Kolaboratif, Inovatif, Berpihak pada Murid. Selanjutnya
peran guru penggerak sebagai pemimpin pembelajaran tentunya sangat diharapkan
pula untuk menjadi “Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya”.
Untuk
menjadi agen perubahan tentunya memerlukan paradigma berpikir yang logis dan
sistematis. Hal ini tentunya untuk menunjang pemaksimalan sumber daya sekolah
yang dimiliki yaitu dengan dengan sebuah pendekatan yang melirik pada penggalian
kekuatan asset (sumber daya). Salah satu pendekatan yang diharapkan mampu menuju
ke arah perubahan adalah Inkuiri Apesiatif (IA). IA merupakan pendekatan
manajemen perubahan yang kolaboratif dan berbasis kekuatan. Konsep yang pertama
kali dikembangkan oleh David Cooperrider (Noble & McGrath, 2016).
Dengan
menggali kekuatan hal ini untuk mengetahui komponen (kekuatan) apa saja yang
dimiliki oleh sebuah sekolah sebagai suatu ekosistem. Sehingga 7 aset utama
sebuah komunitas (baca: sekolah) akan diketahui di antaranya: Sumber Daya Manusia/SDM, Modal Sosial, Modal Fisik
(bangunan dan infrastruktur/sarana dan prasarana), Modal Lingkungan, Modal Finansial,
Modal Politik, dan Modal Agama dan Budaya.
Selanjutnya
untuk menggali 7 komponen yang dimiliki oleh sekolah maka strategi untuk menerapkan paradigma manajemen
perubahan IA dalam mencapai visi yang telah dicanangkan yaitu menggunakan teori
pendekatan BAGJA (Buat pertanyaan, Ambil pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan
rencana, dan Atur eksekusi).
Dengan
menggunakan pendekatan BAGJA ini maka akan muncul dan tumbuh Budaya Positif
di sekolah. Di antaranya sikap gotong-royong, percaya diri, fokus pada hal baik
dan positif dan menjauhkan pikiran negatif sebab tindakan yang digunakan adalah
asset based thinking yang dikenal dengan istilah PKBA/ Pengembangan
Komunitas Berbasis Asset. Budaya yang positif tersebut ialah nilai-nilai,
keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang berpihak pada
murid agar murid dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis, penuh hormat dan
bertanggung jawab.
Sebagai
seorang Pemimpin Pembelajaran seorang guru harus mampu bersikap mandiri
dan reflektif dalam setiap keputusan yang diambilnya baik di kelas maupun saat
berada dalam komunitas. Selain itu juga mampu berkolaborasi dengan setiap komponen di
sekolah dan komunitas sehingga segala keputusan diambil tidak berdasarkan
kehendak dan sikap atau berpikir egosentris.
Sementara
itu sebagai Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya seorang guru harus
mampu melihat dan mengetahui segala asset yang dimiliki oleh sekolah sebagai
sebuah ekosistem. Sehingga semua komponen di dalamnya mampu digali dan berfungsi
dengan maksimal untuk mewujudkan visi, misi dan tujuan sekolah.
Cianjur,
29 September 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar