BEDAH BUKU SENYUM NOLINA

BEDAH BUKU SENYUM NOLINA
KUMPULAN CERPEN "SENYUM NOLINA" karya Dedi Saeful Anwar ini sudah bisa dipesan. Harga Rp38.000 (belum ongkir). [Info pemesanan dan penerbitan di FAM Publishing hubungi Call Centre 0812 5982 1511, atau via email forumaktifmenulis@yahoo.com, dan kunjungi web kami di www.famindonesia.com]

Rabu, 29 September 2021

PEMIMPIN PEMBELAJARAN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA

 3.2.a.9. Koneksi Antar Materi - Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya

 

PEMIMPIN PEMBELAJARAN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA


Oleh: Dedi Saeful Anwar 

CGP-2, Kabupaten Cianjur

 

 

Dalam menghadapi perubahan zaman yang sangat dinamis tentu dituntut pribadi yang tidak tinggal diam. Hal ini mau tidak mau setiap pribadi dituntut untuk bergerak dan tidak tinggal di dalam zona nyaman.  Begitu pula dengan profesi pendidik (guru). Sebagai salah satu ujung tombak dalam mencerdaskan anak bangsa menjadi penting untuk terus meningkatkan kompetensi agar tidak tertinggal bahkan tergilas orda perubahan yang begitu cepat.

Kita tidak bisa menjadi penonton terus. Tidak pula untuk terus berpikir negatif terhadap segala perubahan. Berpikir postif adalah jalan yang harus segera kita tempuh. Energi postif akan membangun atmosfir di lingkungan kita berada. Hal ini tentunya membuat kita menjadi fokus untuk bergerak maju.

Dengan demikian musti diambil jalan yang dapat membuat kita kembali pada rel pendidikan yang sesungguhnya. Jika kita melirik kembali pengertian Pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara (KHD) yang mengatakan dengan jelas bahwa Pendidikan (opvoeding) adalah kegiatan yang memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

Untuk mencapai keselamatan dan kebahagaian tentunya memerlukan sebuah proses yang tidak mudah dan sebentar. Seorang pendidik dituntut untuk menjadi pemimpin di dalam kelas, sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah dalam mengimplementasikan segala kemampuan yang dimilikinya. Salah satunya dengan Pembelajaran Berdiferensiasi.

Menurut Tomlinson (2000), Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid. Dengan berupaya membuat perubahan yang berbasis kekuatan yang terdapat pada murid berdasarkan kebutuhan mereka, maka diharapkan setiap murid di kelas meraup kesuksesan di dalam proses pembelajarannya.

Pembelajaran Berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Dengan demikian pemikiran berorientasi kepada murid sangat sejalan dengan tujuan untuk menciptakan manusia yang beradab.

Rangkaian Pembelajaran berdiferensiasi di antaranya: 1. Menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras; 2. Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran; 3. Penilaian berkelanjutan; 4. Merespon kebutuhan belajar muridnya menggunakan sumber belajar, cara, dan penugasan serta penilaian yang berbeda;  5. Manajemen kelas yang efektif dan terstruktur.

Selain dengan pembelajaran berdiferensiasi, dapat juga dengan menerapkan Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE). PSE adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional.

Selanjutnya jika kita menelaah Filosofi KHD bahwa pendidikan adalah persemaian benih-benih kebudayaan yang diyakini dapat menciptakan manusia Indonesia yang beradab dan pendidikan itu harus holistik. Artinya pendidikan harus seimbang antara budi dan pekerti. Dengan demikian untuk mewujudkan manusia yang beradab harus didukung dengan segala kekuatan yang dimiliki oleh sekolah sebagai sebuah ekosistem yang lengkap dengan unsur biotik (makhluk hidup) dan abiotiknya (sarana dan prasarana).  

Jika sekolah sebagai sebuah ekosistem dan bercita-cita untuk melahirkan murid menjadi lebih berkualitas (Profil Pelajar Pancasila) maka tentunya  memerlukan rangkaian atau proses yang berkesinambungan dan didukung oleh semua unsur yang dimiliki sekolah (baca: sumber daya sekolah).  Hal ini memerlukan sebuah pengelolaan sumber daya yang tepat untuk membantu proses pembelajaran murid menjadi lebih berkualitas. Sehingga visi, misi, dan tujuan akhir yang diharapkan akan terwujud dengan maksimal.

Dalam  Pendidikan Guru Penggerak  hal ini menjadi sebuah jalan untuk turut serta menjadi agen transformasi pendidikan. Sebab terdapat 5 Nilai Guru Penggerak yang dapat mendukung terwujudnya cita-cita untuk menciptakan manusia yang memiliki kompetensi dalam menghadapi perubahan zaman yang dinamis yaitu: Mandiri, Reflektif, Kolaboratif, Inovatif, Berpihak pada Murid. Selanjutnya peran guru penggerak sebagai pemimpin pembelajaran tentunya sangat diharapkan pula untuk menjadi “Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya”.

Untuk menjadi agen perubahan tentunya memerlukan paradigma berpikir yang logis dan sistematis. Hal ini tentunya untuk menunjang pemaksimalan sumber daya sekolah yang dimiliki yaitu dengan dengan sebuah pendekatan yang melirik pada penggalian kekuatan asset (sumber daya). Salah satu pendekatan yang diharapkan mampu menuju ke arah perubahan adalah Inkuiri Apesiatif (IA). IA merupakan pendekatan manajemen perubahan yang kolaboratif dan berbasis kekuatan. Konsep yang pertama kali dikembangkan oleh David Cooperrider (Noble & McGrath, 2016).

Dengan menggali kekuatan hal ini untuk mengetahui komponen (kekuatan) apa saja yang dimiliki oleh sebuah sekolah sebagai suatu ekosistem. Sehingga 7 aset utama sebuah komunitas (baca: sekolah) akan diketahui di antaranya:  Sumber Daya Manusia/SDM, Modal Sosial, Modal Fisik (bangunan dan infrastruktur/sarana dan prasarana), Modal Lingkungan, Modal Finansial, Modal Politik, dan Modal Agama dan Budaya.

Selanjutnya untuk menggali 7 komponen yang dimiliki oleh sekolah maka  strategi untuk menerapkan paradigma manajemen perubahan IA dalam mencapai visi yang telah dicanangkan yaitu menggunakan teori pendekatan BAGJA (Buat pertanyaan, Ambil pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan rencana, dan Atur eksekusi).

Dengan menggunakan pendekatan BAGJA ini maka akan muncul dan tumbuh Budaya Positif di sekolah. Di antaranya sikap gotong-royong, percaya diri, fokus pada hal baik dan positif dan menjauhkan pikiran negatif sebab tindakan yang digunakan adalah asset based thinking yang dikenal dengan istilah PKBA/ Pengembangan Komunitas Berbasis Asset. Budaya yang positif tersebut ialah nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang berpihak pada murid agar murid dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis, penuh hormat dan bertanggung jawab.

Sebagai seorang Pemimpin Pembelajaran seorang guru harus mampu bersikap mandiri dan reflektif dalam setiap keputusan yang diambilnya baik di kelas maupun saat berada dalam komunitas. Selain itu juga  mampu berkolaborasi dengan setiap komponen di sekolah dan komunitas sehingga segala keputusan diambil tidak berdasarkan kehendak dan sikap atau berpikir egosentris.

Sementara itu sebagai Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya seorang guru harus mampu melihat dan mengetahui segala asset yang dimiliki oleh sekolah sebagai sebuah ekosistem. Sehingga semua komponen di dalamnya mampu digali dan berfungsi dengan maksimal untuk mewujudkan visi, misi dan tujuan sekolah.

 

 

 

Cianjur, 29 September 2021

Tidak ada komentar:

Posting Komentar