BEDAH BUKU SENYUM NOLINA

BEDAH BUKU SENYUM NOLINA
KUMPULAN CERPEN "SENYUM NOLINA" karya Dedi Saeful Anwar ini sudah bisa dipesan. Harga Rp38.000 (belum ongkir). [Info pemesanan dan penerbitan di FAM Publishing hubungi Call Centre 0812 5982 1511, atau via email forumaktifmenulis@yahoo.com, dan kunjungi web kami di www.famindonesia.com]

Minggu, 08 Juni 2014

BATIK




BATIK
Oleh Dedi Saeful Anwar

Sebelum resmi dijadikan sebagai warisan budaya oleh UNESCO, aku sedari dulu sudah sangat suka dengan batik. Aku mengenal kain batik sejak kecil, karena kebetulan ayah adalah seorang penjahit. Jadi sangat sering melihat kain batik para pelanggan ayah-ku. Tidak jarang pula aku sering dibuatkan beberapa baju dari kain batik olehnya.
Bahkan saat kecil dulu ayah-ku pernah membuatkan anak-anaknya kemeja batik dari bahan lebih (sisa kain yang tidak terpakai), setelah dia mendapat proyek seragam batik Korpri. Saat itu, aku tidak tahun kalau kain itu adalah batik pegawai negeri. Aku, dua adik dan dua kakak-ku berfoto bersama mengenakan baju batik itu. Namun sayang dokumennya kini sudah raib.
Jika berbicara soal batik aku sangat besemangat. Betapa tidak, andaipun kain batik tidak dijadikan warisan budaya negara kita secara resmi oleh badan dunia-UNESCO, rasanya aku memang sudah kadung jatuh cinta dengan kain ini. Entah apa alasannya. Suka saja.
Karena suka, maka saat menginjak remaja pun aku sering memakai baju batik. Saat les di sekolah, atau pergi ke acara kondangan saudara. Aku selalu mengenakan baju batik. Padahal saat itu ada kesan kalau mengenakan baju batik kesannya “kolot” bahkan tidak gaul. Aku cuek saja yang penting suka.
Setelah memasuki dunia kerja, aku semakin berekspresi dengan batik. Namun sayang, ketika aku mampu membeli kain batik dengan uang dari hasil keringat sendiri, aku tidak bisa meminta dijahitkan oleh ayah, karena beliau sudah tiada ‘tak lama setelah aku lulus sekolah tingkat SLTA.
Jadi aku menggunakan jasa tukang jahit lain atau membeli baju batik langsung. Sedikit beruntung, ada seorang paman dan kakak laki-laki-ku yang meneruskan  usaha menjahit. Tapi karena berbeda kota tempat tinggal jadi sering pula meminta jasa menjahit pada tukang jahit lainnya.
Jauh sebelum resmi dijadikan pakaian nasional, sangat jarang baju batik di jual di toko-toko, terkecuali di butik khusus. Harganya pun relatif mahal. Mana ada remaja (baca:ABG) saat itu menjadikan batik sebagai koleksi pakaian modisnya seperti sekarang ini. Sangat jarang pula para artis dan petinggi negeri ini yang terlihat memakai baju berbahan batik dalam pemberitaannya di media.
Karena dulu kain dan pakaian batik sangat jarang ditemukan, secara otomatis harga pun sangat fantastis. Aku pernah membeli baju batik dari sebuah butik batik yang cukup ternama di sebuah mall di kota Kembang. Toko khusus yang memang hanya menjual kain dan pakaian batik merek tertentu. Aku sengaja membeli eksklusif demi resepsi pernikahan seorang adik perempuan-ku.
Saat itu harganya hampir setengah dari uang gaji-ku sebulan. Aku rela merogoh uang sebesar itu. Kubeli saja karena selain memang gila batik, warnanya bagus dan yang lebih penting demi hari indah sebuah pesta pernikahan adik tercinta.
Baju itu kujadikan baju paling spesial. Namun nahas, belum juga berusia setengah tahun, baju itu rusak digerogoti  seekor hamster. Ketika itu seorang adik laki-laki-ku sedang senang memelihara seekor hamster pemberian teman kuliahnya, lalu binatang lucu itu kabur dari saranganya. Saat ditemukan-binatang kecil yang sukanya lari-lari dalam kincir itu, sedang nyaman membuat sarang dalam lemari pakaian. Baju batik spesial-ku dijadikan salah satu korbannya dan menjadi santapan giginya yang jahil. Hee..
Kini koleksi baju batik menjadi penghuni paling banyak di lemari pakaian-ku. Bukan pamer, memang begitu adanya. Dan yang jelas baju-baju itu hanya 3 buah saja yang di beli dari toko, itu pun istri yang membelikan. Sisanya adalah hadiah dari orang lain. Ada dari orang tua murid, ada dari sekolah sebagai seragam sekolah, dan ada juga dari saudara atau teman sebagai sebuah hadian.
Bahkan ada satu pemberian seorang pejabat, katanya seragam batik khas Cianjur. Entahlah, namun sayang sekali karena baju yang satu itu kurang aku suka. Selain warna dan coraknya tidak menarik, ada rasa ‘gak pe-de saja saat memakainya.
Dan kini, aku semakin bangga dengan batik. Apalagi setelah dijadikannya batik sebagai pakaian nasional dan resmi menjadi warisan budaya oleh salah satu badan dunia (PBB)-UNESCO. Mataku kini teramat dimanjakan dengan warna-warni dan corak batik di pelosok negeri. Di berbagai media. Mulai dari kalangan bawah hingga selebritas negeri, dari buruh hingga pejabat teras, semua berbatik. Bahkan banyak remaja gaul yang menjadikan batik sebagai salah satu pakaian modisnya.
Para perancang negeri ini pun berlomba dengan batik dalam hasil karyanya. Terlebih saat mendengar dan melihat Nelson Mandela, Presiden Afrika yang kini sudah wafat, sangat gemar dan sering terlihat mengenakan batik di berbagai acara resmi di negaranya. Kalau orang luar saja mengakui keindahan dan eksotisme batik, mengapa kita masih cuek? Mari kita ber-batik.
Aku bangga dengan warisan budaya ini. I love batik!
Cianjur, 2 Juni 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar