Menafsirkan Sebuah Senyuman: Proses Kreatif Buku
Kumpulan Cerpen "Senyum Nolina"
Oleh: Dedi
Saeful Anwar
Dalam
hidup setiap manusia pasti pernah mengalami hal yang membuat tersenyum dan
menangis. Sedih dan bahagia, sehat maupun sakit adalah bagian dari rasa dan
keadaan yang selalu menyapa kita sehari-hari. Namun persoalannya, sejauh mana
kita mampu memaknai perasaan itu. Kita diajarkan untuk tidak berlarut-larut
dalam kesedihan, begitu pula sebaliknya, tidak seharusnya kita terjebak dalam euphoria kesenangan atau kebahagian. Akan
lebih bijak seandainya kita mampu menakar rasa senang dan sedih itu dalam porsi
yang sewajarnya.
Atas
dasar itu semua, saya berusaha menafsirkan sebuah senyuman. Apakah senyuman itu
memang ekspresi dari rasa senang atau sebuah senyum hanya untuk menutupi
perasaan duka mendalam yang sudah terlalu sering menyapa? Berawal dari interaksi
dengan kepolosan seorang gadis kecil yang mampu mengiris hati manakala ia
mendapatkan sebuah ketidakadilan dalam hidupnya hanya karena keterbatasan yang
ia miliki. Sementara tiada satu pun manusia di bumi ini yang meminta terlahir
dalam ketidaksempurnaan. Justru kita yang memiliki kesempurnaan fisik, malah
terkadang sering melakukan hal yang tanpa disadari dengan bersikap jauh dari
rasa beryukur.
Ada
rasa pedih saat menyaksikan ketidakadilan yang nyata dan menohok mata itu. Lantas mengetuk hati untuk berbuat sesuatu,
berharap bisa mengobati hati yang terlanjur lirih. Menuangkan perasaan ini dengan
menulis, inilah yang mampu saya lakukan. Banyak orang yang melakukan aksi
protes akan ketidakadilan, dengan turun ke jalan sambil mengusung spanduk yang
bertuliskan kata-kata umpatan juga hujatan. Tidak sedikit pula yang berkoar
menyuarakan perasaannya melalui corong pengeras suara dengan segala sumpah
serapahnya. Semua sah-sah saja, asalkan menuhi aturan yang berlaku.
Sementara
saya menyuarakan hati ini atas apa yang dilihat, didengar dan dirasakan melalui
bentuk tulisan. Sebuah tulisan diharapkan mampu mengekspresikan atau
mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam bahasa tulis, demikian sebuah kalimat
yang pernah saya tangkap. Sehingga
tulisan itu akan sampai pada tangan para
pembacanya. Bahkan, berharap pula mampu menembus sekaligus merubuhkan tembok
ketidakadilan yang angkuh. Hingga melintasi ruang dan waktu.
Berbicara
ketidakadilan, hampir setiap orang pula pernah mendengarnya, melihat bahkan
mengalami dan merasakannya. Reaksi atas fenomena ini tentu saja berbeda bagi
setiap orang dalam menyikapinya. Setiap hari kita pun sering mendengar dan
melihat pemberitaan tentang
ketidakadilan. Baik melalui media cetak maupun elektronik. Semua berjejal
memenuhi ruang otak kita yang hanya sekepalan tangan ini. Jika tak mampu
meredam semua itu, kiranya meledaklah otak ini yang tidak mustahil akan berwujud
menjadi sebuah schizophrenia.
Bersyukurkah
kita, Allah SWT memberikan kita qolbu (hati). Dengan hati kita mampu menyaring
dan menahan luapan emosi yang menjejali otak kita setiap hari. Dengan hati kita
mampu berempati, dan dengan hati pula kita mampu mengobati luka hati. Untuk
itulah, saya berusaha memotret semua bentuk ketidakadilan dalam kehidupan di
negeri ini ke dalam sebuah tulisan.
Awalnya
saya menulis dalam bentuk puisi atau opini mini. Kemudian menuangkannya beberapa
tulisan ke dalam buku harian/diary.
Ada pula yang berbentuk sebuah file
yang diketik dan disimpan dalam flash
disk. Hingga pernah sebuah flash disk
itu terbakar oleh sebuah CPU saat menggunakan jasa rentalan komputer. Hilanglah
semua arsip itu. Raib tak terselamatkan. Sungguh mengenaskan!
Kemudian
saya berusaha menyimpan data-data itu ke dalam e-mail. Hingga kini surat
elektronik yang sudah berumur belasan tahun itu masih menyimpan tulisan-tulisan
lama saya. Entah dari mana ide itu, saya hanya terdorong sebuah keinginan, bagaimana
caranya agar file/ data hasil tulisan
saya bisa aman dalam jangka waktu yang lama. Saat itu di dalam benak pernah
terlintas untuk membuat blog. Hingga saya belajar membuat blog melalui buku
panduan yang dibeli pada awal tahun 2000-an. Namun hal itu akhirnya diurungkan,
karena saya pikir blog akan itu akan mudah dicopy walaupun keuntungannya karya
bisa dilihat banyak orang (baca:
terpublikasikan). Walau pada akhirnya saya tergiur juga, bahkan melahirkan
dan mengelola tiga Blog sekaligus.
Dulu
saya sering mengetik di rentalan komputer, komputer milik saudara atau
menggunakan fasilitas komputer di sekolah tempat saya sehari-hari mengajar. Namun
dengan berkurangnya intensitas ke warnet,
akhirnya saya mengarsipkan tulisan-tulisan itu dalam beberapa keping compact disc karena tidak memiliki komputer sendiri. Hingga dari beberapa tulisan
itu ada yang berumur hampir sepuluh tahun, mereka mengendap dalam bentuk CD.
Pada
pertengah tahun 2001 saya mencoba menulis beberapa cerpen. Bahkan saya mencoba
menulis carpon (carita pondok) atau cerita pendek yang berbahasa Daerah (Sunda)
dalam buku harian. Sejak itu berhenti dan vakum cukup lama. Barulah pada 2007
saya mencoba menulis cerpen lagi untuk diikutsertakan dalam sebuah lomba yang
diadakan oleh sebuah Majalah sekolah d Kota Cianjur. Dan cerpen karya saya saat
itu menjadi salah satu yang terbaik dan kini tergabung dalam buku ini bersama
sebelas cerpen lainnya.
Setelah
kumiliki sebuah PC tua, barulah saya
bisa memindahkan dan menyimpan tulisan-tulisan tersebut. Saat itu terbersit dalam
benak, yang penting saya bisa menyimpan tulisan-tulisan itu dengan aman. Tidak pernah
terlintas sedikit pun dalam benak saya untuk mengarsipkannya dalam sebuah buku.
Mustahil rasanya.
Namun
sejak mengenal media sosial (facebook)
pada awal 2010, hobi menulis sepertinya mulai mendapat tempat lain. Selain
sebagai media untuk berkomunikasi dengan sahabat lama maupun baru, media sosial
ini dipergunakan pula untuk menulis beberapa catatan. Sekarang, media sosial ini
justru menjadi sarana paling mudah untuk menyalurkan hobi menulis. Mulai dari
hanya membuat status yang pendek hingga menuliskan catatan lainnya, baik berupa
opini, puisi maupun cerita pendek.
Secercah
harapan datang tanpa diduga. Ketika asyik berkencan dengan “mbah” Google saya membaca sebuah kesempatan ajang menulis. Sebuah
event menulis puisi yang
diselenggarakan oleh FAM Indonesia pada penghujung tahun 2012. Sejak itulah babak
baru karir menulis saya dimulai. Petualangan
menulis pun terus berlayar. Hingga saya bergabung dengan beberapa grup kepenulisan
lainnya yang cocok untuk dijadikan sumber pembelajaran. Ghirah menulis semakin tumbuh subur menggiring dan membimbing
jemari ini menyapa tuts-tuts keyboard.
Berpuluh even menulis saya ikuti sepanjang tahun 2013 yang kini telah
melahirkan 26 antologi. Sungguh tak pernah terbayangkan sebelumnya. Buku
Antologi puisi “Kejora yang Setia
Berpijar”, yang terbit pada Januari 2013 adalah adalah setitik api yang
menyala dan merupakan benih semangat yang melahirkan “Senyum Nolina”.
Dalam
hidup ini, saya menjalaninya ibarat air mengalir. Semua yang terjadi di bumi ini
adalah kehendak-Nya. Begitu pun saat saya berjumpa dengan FAM. Saya menyikapi
hal ini merupakan sebuah anugrah, bukan kebetulan semata. Saya meyakini bahwa
Allah SWT sudah merencanakan banyak hal indah dalam hidup ini termasuk
perjumpaan saya dengan FAM. Namun semua itu rahasia-NYA. Saya semakin menikmati
kegiatan menulis ini. Apa yang saya rasakan saya tulis dalam bentuk puisi,
cerpen dan essay.
Sepanjang
2013, selain di FAM, saya berpetualang mengikuti beberapa even antologi di
beberapa grup kepenulisan seperti: Penulis
dan Sastra (PEDAS), Antologi Es Campur (ECA), Warung Antologi, Harfeey, Pena
Meta Kata, Jaringan Pena Ilma Nafia (JPIN), Panggung Aksara Tarian Pena (PATP)
maupun grup yang lainnya. Semua grup itu
tentu sangat memberikan kontribusi dalam perkembangan menulis saya. Hal itu juga
memberikan ruang kreatif yang lebih luas lagi, jadi tidak ada salahnya saya
sangat berterima kasih dan angkat topi kepada grup atau wadah kepenulisan yang
telah turut serta memberikan ilmunya kepada saya. Baik kepada para Admin
(pengurus grup tersebut maupun kepada para anggotanya yang sekaligus menjadikan
saya lebih banyak teman bahkan saudara baru).
Kemudian,
di penghujung 2013 muncul keinginan untuk mendokumentasikan karya–karya yang
tercecer itu menjadi sebuah buku tunggal sekaligus menerbitkannya. Walau ada
rasa ragu yang sangat kuat, namun berkat dorongan semangat dari beberapa teman
dan kesempatan yang diberikan oleh FAM
Publishing yang terbuka terbuka lebar, saya terus berusaha mewujudkan
impian tersebut.
Dalam
mewujudkan sebuah keinginan atau cita-cita tentu bukan perkara mudah dan tidak mulus
begitu saja. Semua perlu kesungguhan dan niat yang kuat dibarengi dengan kesabaran
dan keikhlasan. Apalagi waktu yang dimiliki harus terbagi untuk beberapa
kegiatan dan kepentingan lainnya, seperti rutinitas pekerjaan, keluarga dan hal
mendadak lainnya yang tidak bisa ditangguhkan. Karena itulah, sejak bulan Juli
2013 saya mulai mengumpulkan naskah-naskah yang tercecer. Untuk kemudian dibaca
ulang. Ada yang kalimatnya ditambah maupun dikurangi, ada yang berganti judul
bahkan ada pula yang berkali-kali nama tokohnya saya ganti hingga lima kali
disesuaikan dengan tema latar belakang dan alur cerita.
Saya
memasang target, bahwa buku ini ingin terbit tepat di hari kelahiran saya pada
November 2013. Lalu, menyisihkan waktu di malam hari untuk sekadar membaca ulang dan mengoreksi tulisan yang dirasa
kurang pas, itu pun jika lelah tidak terkuras karena siang hari disibukkan
dengan pekerjaan rutin juga kegiatan lainnya hingga menjelang sore. Beberapa
naskah lama dan baru saya siapkan. Hingga terkumpullah dua puluh dua cerpen
yang disiapkan untuk buku kumpulan cerpen pertama ini.
Menginjak
bulan Agustus 2013 di tengah semangat menggebu untuk menyelesaikan beberapa
naskah, saya lupa dengan kondisi badan hingga sebuah rasa sakit muncul dan
mengganggu aktivitas. Walau tidak begitu parah namun penyakit yang dirasa cukup
mengurangi intensitas duduk di depan komputer. Saya tidak bisa terlalu lama
duduk. Sehingga target ingin menyelesikan naskah bulan September 2013 pun
akhirnya gagal.
Selama
menyusun karya tunggal ini pertama ini, saya masih tetap mengikuti beberapa
even menulis lainnya. Itu pun jika tema yang disajikan dalam event tersebut cocok. Hal itu saya
lakukan demi menghindari kejenuhan dan kebuntuan ide. Ketika menginjak bulan
September 2013, saya menghentikan pengejaran target ini dikarenakan harus
menyelesaikan tugas dan pekerjaan lain yang tidak bisa ditinggalkan.
Menginjak
awal Oktober 2013 awan mendung kembali menggayut dalam proses mewujudkan
cita-cita ini. Tepatnya pada 5 Oktober 2013, saat menyelesaikan sebuah naskah, berita
mengejutkan muncul melalu ponsel, sekitar jam sepuluh malam. Ibunda tercinta pergi
menghadap-Nya di tengah semangat mewujudkan impian ini. Manusia hanya
berencana, Allah SWT memiliki rencana lain. Ingin hati mempersembahkan sebuah
buku tunggal ini kehadapan beliau, namun Yang Maha Kuasa berkehendak lain. Pagi
hari, 6 Oktober 2013 saya mengantarkan jenazah ibu hingga ke peristirahatan
terakhirnya tepat di hari kelahiran putri bungsu. Padahal hari itu saya berniat
untuk menjenguk Ibunda sambil bersyukur dan berkumpul menikmati nasi kuning
sebagai bentuk rasa syukur kami.
Semenjak
kepergian ibunda, berhari-hari saya kehilangan semangat menulis (writer's block). Saya tak mampu
menuliskan sebuah kalimat pun. Rasa duka mendalam terus menggelayuti benak dan
perasaan. Kehilangan orang tercinta serta yang begitu dekat sekaligus paling dihormati
benar-benar memukul semangat hidup saya. Pada minggu kedua sejak kepergiannya,
saya kembali, sedikit demi sedikit merasakan ada tenaga untuk mencurahkan
perasaan dan ide yang mulai berdatangan kembali.
Bulan
November lewat begitu saja. Hari kelahiranku tidak mewujudkan buku tunggal
seperti apa yang kuimpikan selama ini. Saya kembali berkutat dengan naskah-naskah yang
belum tuntas. Namun Allah SWT masih ingin kesabaran ini. Tepat di bulan
November 2013 ini rasa sakit yang kurasa sejak beberapa bulan lalu kian
mengganggu. Kaki kanan saya tidak bisa bergerak normal. Setiap bergerak terasa
sakit yang luar biasa. Duduk, jongkok dan berjalan pun tidak bisa saya lakukan.
Bahkan saat berbaring atau tidur pun
saya harus bergerak sangat hati-hati. Bila tidak, saraf kaki kanan saya seperti
tertarik dan terasa sakit yang luar biasa. Saya berusaha menyelesaikan naskah
sambil menahan sakit yang teramat sangat di sekitar pinggul, paha, betis hingga
telapak kaki bagian kanan.
Namun
demi mengejar target ingin selesai bulan Desember, maka saya berusaha
menyelesaikan dan mengedit beberapa naskah sambil berbaring atau tengkurap di
atas tempat tidur. Akhirnya saya pun memutuskan untuk mengurangi jumlah naskah
yang akan diterbitkan dalam buku kumpulan cerpen ini. Dengan pertimbangan ingin
menerbitkan bertepatan dengan Milad FAM yang ke II pada 2 Maret 2013.
Dari
dua puluh dua cerpen, akhirnya yang kupilih hanya 12 saja. Delapan cerpen tidak
sempat terselesaikan karena kondisi badan yang tidak mampu berlama-lama di
hadapan komputer. Sambil terus menjalani pengobatan, saya putuskan untuk segera
menerbitkan kedua belas cerpen ini sebagai perwujudan rasa syukur. Namun begitu
perasaan khawatir dan tidak percaya diri terus menyelimuti perasaan ini. Sudah
layakkah tulisan saya diterbitkan? Dan atas dorongan kuat dari keluarga,
rekan-rekan dan sahabat di sekeliling saya, akhirnya kekuatan itu muncul.
Lagi-lagi
sebuah ujian datang. Walau kali ini tidak berdampak langsung kepada saya, namun
harus menangguhkan kemunculan “Senyum
Nolina”. Kali ini sebuah ujian yang tidak bisa dihindari manusia secara
umum di negeri ini, yaitu Erupsi Gunung Kelud. Musibah yang melanda negeri ini
tepat pada 14 Februari 2013. Kantor FAM yang berada di Kediri dan tak jauh dari
lokasi kejadian, tentu saja sangat merasakan langsung dari bencana alam ini.
Akhirnya penerbitan buku ini, kembali kertunda. Saya berkesimpulan bahwa
manusia memang hanya mampu untuk merancang rencana, Allah SWT yang Maha Kuasa.
Saya sungguh menikmati dan mendapatkan banyak hikmah selama proses kelahiran “Senyum Nolina” ini.
Saat
buku ini sudah siap terbit, saya sempat pula dihadapkan dengan kebingungan untuk
memilih 3 (tiga) judul yang dianggap mewakili isi buku ini. Selain itu saya
musti mencari gambar yang cocok untuk dijadikan kover buku ini. Hal ini saya
anggap sebuah tantangan demi maskimalnya sebuah karya.
Dalam
menentukan judul pilihan, saya berusaha mengajak istri untuk berdiskusi tentang
tiga judul yang diajukan Penerbit. Setelah beberapa hari melalui perdebatan
kecil dan berbagai pertimbangan, akhirnya terpilihlah “Senyum Nolina”. Tokoh Nolina seakan ingin mengatakan bahwa kita
musti menghadapi berbagai rintangan dan cobaan dalam hidup ini dengan tawadhu.
Langit tak selamanya mendung, begitu pun hujan. Dia akan segera pergi dan
meninggalkan berjuta titi air yang memunculkan warnanya nan elok membentuk
garis pelangi.
Kemudian
dalam mencari ide menentukan gambar kover, awalnya saya mencoba searching di google. Beberapa gambar
kemudian saya koleksi, namun tidak satu pun yang dirasa cocok atau pas. Lantas,
saya menangkap ide untuk meminta bantuan seorang keponakan dan seorang adik.
Kebetulan mereka berdua memiliki kemampuan dalam hal ilustrasi maupun
menggambar. Beberapa gambar pun saya peroleh dari mereka. Sungguh, Allah SWT
memberikan kemudahan dalam hal ini. Adik dan keponakan saya itu benar-benar
ikhlas membantu. Semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka. Akhirnya terpilihlah
sebuah gambar yang kini menghiasi sampul depan buku Kumpulan Cerpen “Senyum
Nolina” ini adalah karya Adik saya, M.
Ali Nurjamil, S.Pd.
***
Alhamdulillah,
kini rasa syukur sudah sepatutnya saya ucapkan. Melalui berbagai rintangan dan
tantangan naskah-naskah yang tercecer kini telah berubah wujud menjadi buku.
Sebuah buku yang berusaha mengangkat beragam kisah yang tersimpan
pada guratan wajah negeri ini, dalam bentuk fiksi (kumpulan cerpen). Perjuangan hidup, kemiskinan,
carut-marut sosial-ekonomi, menumbuhkan jiwa entreupreneurship, potret buram dunia pendidikan, nilai-nilai
budaya yang kian luntur, permasalahan dunia anak dan remaja, hingga menumbuh
rasa empati pada sesama, semua terangkum menjadi napas dalam rangkaian kisah
pada buku ini. Melalui rangkaian kata yang sederhana namun mudah untuk disimak
juga tanpa banyak bertele-tele, buku ini disajikan demi memaknai hidup.
“Senyum Nolina” lahir dari proses
penyelaman kehidupan yang selama ini dialami, didengar dan dirasakan. Betapa
hidup ini masih memerlukan uluran tangan para pemilik hati yang ikhlas dan
tulus. “Senyum Nolina” menyiratkan
guratan hidup yang teramat penuh liku perjuangan. Tidak mudah menghadapi hidup,
namun bukan pula berarti hidup ini harus sia-sia. Di luar sana masih ada,
bahkan tidak sedikit yang perlu dibenahi. Meraih cita-cita ternyata tidak
semudah memetik bunga melati. Masih banyak kaum marjinal yang semakin tersisihkan,
sementara para pemilik negeri yang memiliki janji-janji masih lelap dalam
mimpi-mimpi.
“Senyum Nolina”, ingin membuka lembaran
baru yang penuh rasa optimis setelah melalui rintangan dan ujian. Dia tak ingin
hidup berada terus di bawah payung awan yang gelap. Dia tidak ingin
beralama-lama dalam deras rinai. Dia ingin memandang pelangi yang datang
selepas kepergian hujan. Dia masih berharap kehadiran embun segar di pagi hari.
Dia selalu merajut impian menyongsong fajar esok hari. “Senyum Nolina” ingin mengisi hidupnya dengan guratan prestasi demi
mewujudkan lukisan mimpinya yang pernah digoreskan pada garis pelangi.
Seperti
yang saya kisahkan di atas, bahwa dalam proses lahirnya buku ini, sempat
menghadapi masa berkabung yang dalam atas kepergian ibu. Untuk itulah saya
persembahkan buku ini secara khusus kepada beliau, sosok wanita lembut yang berselimut
kasih dan sayang. Sosok yang selalu siap mengusapkan halus tangannya manakala
anak-anaknya menghadapi kegetiran hidup. Sosok yang selalu mengisi tempat
khusus dalam hati ini. Tentunya tak lupa pula kepada almarhum ayah, yang telah
jauh lebih dahulu menghadap Illahi. Inilah persembahan ananda yang berusaha mengikuti
tauladan dengan menebarkan senyuman. Love
you Dad, love you Mom. You’ve given me millions inspirations. I do!
Akhir
kata, kepada semua saudara, rekan dan teman, sahabat, murid-murid, serta
pembaca pada umumnya, selamat menikmati “Senyum
Nolina”!
Salam santun!
Dedi Saeful Anwar
Cianjur, 19 Maret 2014
Dedi Saeful Anwar
Cianjur, 19 Maret 2014
Keterangan:
- Foto: sampul buku kumpulan cerpen “Senyum Nolina” terbitan FAM Publishing.
- Untuk pembelian buku, silakan menghubungi nomor 0812 5982 1511 (Tim FAM Indonesia) via telepon atau SMS.
- Tulis jumlah eksemplar buku yang ingin Anda beli beserta nama dan alamat lengkap Anda. Harga per buku Rp38.000,- belum termasuk ongkos kirim.
- Tebal buku 131 halaman, dimensi 13 x 20 cm.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar