MAKNA TAHUN BARU
Oleh: Dedi Saeful Anwar
Sudah menjadi tradisi yang tidak bisa
dielakkan lagi di sebagian besar kalangan masyarakat bangsa ini berpesta pora
merayakan “Pesta Tahun Baru”. Seperti bangsa lainnya di belahan dunia yang
menganut paham hidup bebas. Orang-orang berkeliaran hampir di setiap ruas
jalan. Mereka ada yang membawa dan menyalakan berbagai jenis kembang api.
Sebagian lagi meniup terompet hingga pipinya kembung. Bahkan tak sedikit pula
yang lebih anehnya lagi, yaitu berpesta minuman keras!
Mulai
dari anak-anak yang diajak orang tuanya, remaja ababil (ABG labil) hingga orang dewasa. Mereka semua berpesta demi
menyambut pergantian tahun yang hanya dalam hitungan detik. Bila jarum jam
berada tepat di angka 00:00 semua berteriak “Happy New Year” terompet dibunyikan dan petasan/kembang api di
ledakkan. Hotel-hotel berlomba menghadirkan para pesohor terbaik dari dalam
negeri hingga mancanegara. Semua demi pergantian tahun baru.
Sungguh
jelas, sebuah gaya hidup hedonisme yang sia-sia. Sebuah gaya hidup yang
bersebarangan dengan ajaran agama Islam yang mayoritas dianut bangsa ini.
Ironis sekali!
Yang
menjadipertanyaan, apakah mereka (yang merayakan pesta tahun baru) ini tidak
tahu kemudaratan yang mereka lakukan? Atau mereka menutup mata dan telinga
dengan apa yang diajarkan ajarannya. Saya yakin para peniup terompet dijalan
saat pesta tahun baru itu adalah sebagain besarnya ummat Islam. Lain soal
dengan yang non muslim. Lalu, sejauh mana mereka mamahami ajaran agamanya.
Saya
kira, akan lebih pantas dan bermanfaat jika kita (ummat muslim) berada di
mesjid, atau paling tidak berkumpul dengan keluarga di rumah. Berdoa dan
bermunajat. Bermuhasabah diri. Apa yang sudah dilakukan kita selama setahun
kemarin? Perbuatan baik dan buruk apa yang sudah kita lakukan? Lebih banyak
amalan apa yang sudah kita lakukan, baik atau buruk?
Bahkan
saya mendengar berita, ada seorang tua yang mendapat musibah saat perayaan
tahun baru kemarin (2014) mungkin juga ada di tempat lain yang tidak sempat
diberitakan. Kebetulan istri saya bekerja di sebuah ruangan bedah di Rumah
Sakit. Dia mengatakan ada seorang laki-laki dewasa yang tangannya terbakar saat
menyalakan kembang api, tepat di malam pesta tahun baru itu. Tangan kanannya
harus dioperasi karena lukanya cukup parah akibat ledakan kembang api yang
tidak meluncur ke udara namun meledak di tangannya itu. Sehingga memerlukan
biaya kurang lebih sepuluh juta rupiah. Itu sudah termasuk biaya operasi,
perawatan dan obat-obatan.
Nah, dari contoh kejadian di atas, tentu
sudah bisa menjadi tolok ukur bahwa perayaan pesta tahun baru itu lebih banyak
mudaratnya daripada manfaatnya. Sebuah kembang api yang menghadirkan kilauan
cahaya indah dengan harga puluhan atau ratusan ribu saja, tapi taruhannya nyawa
dan biaya puluhan juta rupiah. Silahkan mau memilih mana?
Namun
demikian, hal ini diserahkan pada keyakinan kita masing-masing. Tentunya saya
menilai hal ini dari sudut pandang keyakinan yang saya yakini.
Wallahu
a’lam bish-shawabi.
Cjr,
Jan’14
Tidak ada komentar:
Posting Komentar