BEDAH BUKU SENYUM NOLINA

BEDAH BUKU SENYUM NOLINA
KUMPULAN CERPEN "SENYUM NOLINA" karya Dedi Saeful Anwar ini sudah bisa dipesan. Harga Rp38.000 (belum ongkir). [Info pemesanan dan penerbitan di FAM Publishing hubungi Call Centre 0812 5982 1511, atau via email forumaktifmenulis@yahoo.com, dan kunjungi web kami di www.famindonesia.com]

Sabtu, 04 Januari 2014

PANGLING




PANGLING
Oleh: Dedi Saeful Anwar

Berpuluh tahun ke belakang aku berada di daerah ini semasa sekolah menengah. Jalan yang kulalui hari ini, dahulu adalah tanah merah dan berbatu yang selalu becek bila hujan menancapkan kaki-kakinya. Di kiri-kanan jalan ini tumbuh bermacam tanaman sayur maupun buah yang di tanam warga. Rumput dan semak belukar yang menghadirkan aroma khas perkampungan terbawa desau. Rumah-rumah panggung berdinding bilik yang terbuat dari anyaman bambu. Di halaman rumah warga umumnya tumbuh pohon mangga, jambu biji atau jambu air. Sebagian lagi ada yang melengkapinya dengan tanaman kumis kucing maupun tanaman yang bisa dijadikan obat-obatan tradisional, seperti; kuning, lengkuas, jahe maupun sirih, dll.
Bebek dan mentok juga ayam hidup bebas, terkadang anjing kampung juga masih suka berbaur dengan warga. Untuk mencapai ke daerah itu, bila menggunakan kendaraan umum, yang ada hanya angdes (angkutan desa) semacam angkot bila di perkotaan. Tidak ada delman atau becak. Bila naik kendaraan pun, dahulu selalu ngetem beberapa menit, menunggu penumpangnya penuh atau paling tidak, jumlahnya sesuai yang diharapkan supir. Namun umumnya warga sudah biasa dengan berjalan kaki saja. Mereka terbiasa mandi keringat dan kelelahan, karena untuk masuk ke daerah ini cukup memakan waktu dari perkotaan.
Kini, semua telah berubah. Semua membuat pangling. Jalan beraspal namun penuh lubang yang membahayakan kendaraan dan membuat badan pengendara maupun penumpang lainnya pegal-pegal. Terkadang kepala benjol akibat berbenturan dengan  dinding kendaraan. Aroma dedauanan kini tergantikan dengan bau asap dari ratusan kendaraan yang berlainan jenis, bentuk, dan merek. Mulai dari motor matic, motor bebek bahkan motor yang entah apa disebutnya karena knalpotnya menimbulkan suara berisik yang memekakkan telinga pengendara lainnya. Mobil pun berseliweran padat hingga menimbulkan macet, mulai dari keluaran lama hingga yang terbaru beharga miliaran rupiah dengan warna cat mengkilat. Mulai dari yang mengeluarkan asap hitam pekat membuat muka gosong hingga mobil yang bermesin ramah lingkungan.
Tembok-tembok pembatas antara perkampungan dan perumahan elit yang disebut real estat membatasi jarak pandangku yang dulu bebas luas memandang pesawahan dan bukit-bukit hingga gunung menjulang. Padahal negeri ini  tidak menganut perbedaan golongan, tapi tembok pembatas ini seolah mengatakan hal itu nyata dan ada.
Anjing-anjing kampung entah kemana tergeser oleh anjing-anjing yang suka berdandan di salon. Itik dan entok juga tak tau perginya ke mana, karena sawah sudah penuh dengan pohon beton. Ayam? Kini mereka ada di peternakan dengan nama ayam broiler bukan ayam kampung.
Kini semua telah berubah. Pangling.
Batas kota, 4 Jan’ 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar