WC
Oleh: Dedi Saeful Anwar
Aroma
apa yang terlintas dalam benak kita bila mendengar kata WC? Bau!? Ya, pasti
kita semua sepakat. Semua fasilitas umum di sekitar kita yang menyediakan WC
atau jamban umum bisa dipastikan beraroma tidak sedap. Setuju atau tidak,
kenyataan yang sering saya alami demikian. Di terminal bis, statsiun, bandara?
(ohoo..yang satu ini saya belum menyambanginya (katro). Di pom bensin, di gelanggang olah raga/GOR, apalagi di WC
pasar. Bagaimana dengan di tempat ibadah (masjid)? Saya sering menjumpai WC
yang kotor dan bau menyengat (tentu tidak semua). Lagi-lagi ini kenyataan yang
tidak bisa disangkal. Padahal tempat ibadah identik dengan tempat bersih dan suci.
Namun
hari ini, bau tak sedap yang identik dengan WC umum terbantahkan sudah. Saya
menjumpai WC/jamban umum yang wangi, sejuk rapi dan asri. Saat saya memasuki
ruangan yang identik dengan buang hajat itu, aroma di hidung saya adalah aroma
masuk ke kamar hotel. Serius! Kok bisa? Ya, serius memang. Hal itu ada dan
nyata.
Hari
ini saya mampir ke Pondok Pesantren Daarut Tauhid, Gegerkalong Bandung. Ponpes
yang dipimpin oleh KH. Abdullah Gymnastiar ini menepis penilaian saya selama
ini terhadap WC umum.
Setelah
menyimpan sepatu dan jaket, segera saya masuk ke CW untuk mengambil air wudu.
Saat di pintu masuk jamban, udara sejuk menepis wajah. Keharuman dari pewangi
ruangan menusuk rongga hidung. Tidak ada
aroma bau pesing sama-sekali. Lantai yang dipijak sungguh kesat, tanpa licin
sedikit pun.
Kulangahkan
kaki beberapa langkah, mata langsung tertuju pada jejeran delapan buah pot yang
berisi tanaman di dinding sebelah barat. Ada 24 buah keran air untuk berwudu
tidak berbeda dengan masjid pada umumnya. Lalu apa lagi yang berbeda dan tidak
biasa dengan jamban umum lainnya?
Saat
memasuki satu dari lima ruang WC yang tersedia (4 ruang menyediakan closet
jongkok, dan 1 ruang dengan closet duduk). Di tiap jamban tersedia sebuah tempat
sabun cair wangi menempel di dindingnya. Di beberapa susut ruang itu ada
beberapa kapur barus/kamper khusus yang menambah aroma kesegaran.
Sebuah
jam dinding terpasang pada sebuah tiang di ruang (WC) itu. Di ke-empat sisi
tiang itu terpasang pula empat buah cermin berbentuk bujur sangkar yang cukup
lebar ukurannya
Hampir
saja aku lupa, ke sana adalah untuk mengambil air wudu lalu salat Zuhur, tidak untuk terpesona.
Gegerkalong, 4 Jan’14.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar