BEDAH BUKU SENYUM NOLINA

BEDAH BUKU SENYUM NOLINA
KUMPULAN CERPEN "SENYUM NOLINA" karya Dedi Saeful Anwar ini sudah bisa dipesan. Harga Rp38.000 (belum ongkir). [Info pemesanan dan penerbitan di FAM Publishing hubungi Call Centre 0812 5982 1511, atau via email forumaktifmenulis@yahoo.com, dan kunjungi web kami di www.famindonesia.com]

Sabtu, 04 Januari 2014

WC



WC
Oleh: Dedi Saeful Anwar

Aroma apa yang terlintas dalam benak kita bila mendengar kata WC? Bau!? Ya, pasti kita semua sepakat. Semua fasilitas umum di sekitar kita yang menyediakan WC atau jamban umum bisa dipastikan beraroma tidak sedap. Setuju atau tidak, kenyataan yang sering saya alami demikian. Di terminal bis, statsiun, bandara? (ohoo..yang satu ini saya belum menyambanginya (katro). Di pom bensin, di gelanggang olah raga/GOR, apalagi di WC pasar. Bagaimana dengan di tempat ibadah (masjid)? Saya sering menjumpai WC yang kotor dan bau menyengat (tentu tidak semua). Lagi-lagi ini kenyataan yang tidak bisa disangkal. Padahal tempat ibadah identik dengan tempat bersih dan suci.

Namun hari ini, bau tak sedap yang identik dengan WC umum terbantahkan sudah. Saya menjumpai WC/jamban umum yang wangi, sejuk rapi dan asri. Saat saya memasuki ruangan yang identik dengan buang hajat itu, aroma di hidung saya adalah aroma masuk ke kamar hotel. Serius! Kok bisa? Ya, serius memang. Hal itu ada dan nyata.

Hari ini saya mampir ke Pondok Pesantren Daarut Tauhid, Gegerkalong Bandung. Ponpes yang dipimpin oleh KH. Abdullah Gymnastiar ini menepis penilaian saya selama ini terhadap WC umum.

Setelah menyimpan sepatu dan jaket, segera saya masuk ke CW untuk mengambil air wudu. Saat di pintu masuk jamban, udara sejuk menepis wajah. Keharuman dari pewangi ruangan menusuk rongga hidung.  Tidak ada aroma bau pesing sama-sekali. Lantai yang dipijak sungguh kesat, tanpa licin sedikit pun.

Kulangahkan kaki beberapa langkah, mata langsung tertuju pada jejeran delapan buah pot yang berisi tanaman di dinding sebelah barat. Ada 24 buah keran air untuk berwudu tidak berbeda dengan masjid pada umumnya. Lalu apa lagi yang berbeda dan tidak biasa dengan jamban umum lainnya?

Saat memasuki satu dari lima ruang WC yang tersedia (4 ruang menyediakan closet jongkok, dan 1 ruang dengan closet duduk). Di tiap jamban tersedia sebuah tempat sabun cair wangi menempel di dindingnya. Di beberapa susut ruang itu ada beberapa kapur barus/kamper khusus yang menambah aroma kesegaran.


Sebuah jam dinding terpasang pada sebuah tiang di ruang (WC) itu. Di ke-empat sisi tiang itu terpasang pula empat buah cermin berbentuk bujur sangkar yang cukup lebar ukurannya

Hampir saja aku lupa, ke sana adalah untuk mengambil air wudu lalu salat Zuhur, tidak untuk terpesona.

Gegerkalong, 4 Jan’14.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar