PENJUAL KORAN
Hari
ini, aku pulang mengajar lebih awal. Putriku sudah seminggu ini -dari awal masuk semester genap- sakit,
panas dan batuk pilek. Sudah tiga hari sebelumnya selalu ikut ibunya pergi ke
tempat kerja. Bahkan tadi pagi saat di angkot putriku sempat muntah-muntah (cerita istriku lewat sms, saat aku di
sekolah). Aku pergi ke sekolah seperti biasa naik roda dua, sementara
istriku naik angkot setelah kuantar sampai mulut gang, dengan alasan biar putriku
tidak masuk angin.
Saat
di perjalanan pulang, aku memotong jalan untuk lebih cepat ke Rumah Sakit-tempat
istriku bekerja. Namun saat di perjalanan istriku mengabari lewat sms bakwa si
Adek (putri bungsuku itu) sudah
dijemput kakek-nya (ayah mertuaku)
dengan alasan sudah membaik dan mau dijemput (tidak rewel).
Akhirnya
aku memutar haluan menuju rumah paman, kebetulan hari itu hari terakhir
persiapan resepsi nikahan sepupuku. Jadi anakku diajak kakekknya ke sana, bukan
ke rumahku. Di perjalanan aku membeli majalah anak-anak untuk putriku itu. Dia sudah
mulai suka dan bersahabat dengan buku-buku. Terutama buku cerita bergambar yang
memang cocok untuk anak usia 3 tahun. Hari itu saya membeli dua. Pagi-pagi
sebelum berangkat satu eksemplar, dan siangnya ketika mau menjemput satu eksemplar lagi, dengan nama majalah yang
berbeda.
Ketika
kau membeli majalah yang kedua, aku coba berkomunikasi dengan penjualnya.
“Kang,
masih ingat enggak?” Tanyaku membuka obrolan.
“Mmmm...,”
sambil mengernyitkan dahi penjual koran itu memandangku dalam.
“Oh
iya..ingat Bapak yang dulu suka beli koran ke sini...iya saya ingat. Kemana saja
Pak, gimana sehat?” Penjual koran itu mulai mengingatku. Dengan wajah mulai
bersahabat, dia malah balik tanya dan mulai menguasai situasi.
“Alhamdulillah sehat. Kemana si Aa yang
satu lagi, dulu kan akang masih kecil ya?” jelasku.
“Oh,
kakak saya nanti bagian sore Pak, sekarang giliran saya dulu dari pagi tadi,”
jawab penjual koran itu semakin ramah. Dia mulai senyum. Padahal dari awal aku melihat-lihat
koran dan majalah wajahnya sedikit kurang bersahabat.
“Ooh,
gitu. Aku pilih majalah ini saja. Berapa harganya?” sambil ku menyodorkan
sebuah majalah anak TK, kurogoh uang dari saku baju.
“Baik
Pak, yang ini dua belas ribu rupiah,” jelas si Akang. Aku memberikan uang selembar dua puluh ribuan, dan dia memberikan
kembaliannya.
“Sudah
menikah belum Kang?” kutanya lagi
dia.
“Alhamdulillah, sudah Pak.”
“Sudah
punya anak?”
“Alhamdulillah
sudah. Satu. Laki-laki, Pak.”
“Syukurlah.
Salam ya, buat si Aa-nya. Kapan-kapan Bapak ke sini lagi.” Pamitku sambil
menyalakan mesin motorku.
“Iya
Pak, mangga. Hatur nuhun*).”
***
Aku
melaju lagi melanjutkan perjalanan, selama diperjalanan benakku mengingat masa beberapa
tahun ke belakang. Saat penjual koran itu mulai ikut berjualan koran. Dia baru berusia
10 tahun dan masih kelas 4 SD. Kini anak itu sudah tumbuh dewasa. Berbadan gemuk
memakai kacamata. Saat kutanya usianya sudah berumur 22 tahun. Berarti lama juga
aku tak membeli koran di tempat itu. Waktu terasa begitu cepat.
Kupacu
laju motorku. Saat kuberikan majalah itu pada putriku, kupeluk erat, kuciumi
penuh sayang my little princess. I love
you honey.
Cianjur, 11 Januari 2014
*) Mangga. Hatur nuhun (Sunda)=
silakan, terima kasih.
Sumber gambar:
https://www.google.com/search?q=penjual+koran&client=firefox-a&hs=luO&rls=org.mozilla:id:official&channel=np&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ei=IIPRUuiLB62UiAeLhYG4Dg&ved=0CAkQ_AUoAQ&biw=1024&bih=639#facrc=_&imgdii=_&imgrc=lL3VI766gFh-fM%253A%3BVzpXC32k3R2hiM%3Bhttp%253A%252F%252Fstat.ks.kidsklik.com%252Fstatics%252Ffiles%252F2011%252F03%252F1301095607965206196.jpg%3Bhttp%253A%252F%252Fsosbud.kompasiana.com%252F2011%252F03%252F26%252Fkekuatan-mental-dan-kekuatan-fisik-350486.html%3B240%3B320
Tidak ada komentar:
Posting Komentar