PENGALAMAN
BERSARUNG
Oleh: Dedi Saeful Anwar
Kain
sarung adalah pakaian khas melayu. Kain ini
yang menjadi salah alat untuk beribadah ummat muslim di Indonesia yang
dipasangkan dengan kopiah. Banyak lelaki yang salat di masjid maupun rumah
masing-masing selalu mengenakan kain ini. Tetapi, kain sarung tidak hanya
digunakan untuk beribadah saja. Di negeri yang kaya dengan budaya dan adat
istiadat ini, kain sarung telah lama menjadi bagian dari asesoris dalam
berpakaian adat beberapa daerah di Indonesia.
Dalam
sehari-hari, tidak jarang pula orang yang menggunakan kain sarung ini sebagai
pakaian sehari-hari untuk beraktivitas. Sering dijumpai para lelaki mengenakan
kain ini untuk sekadar bersantai menikmati istrirahatnya di dalam rumah
sepulang kerja. Bahkan tak jarang ada orang yang mengenakan kain ini untuk
bepergian seperti ke acara kondangan atau bahkan pergi ke keramaian umum
seperti berbelanja ke pasar atau ke Mall.
Hari
Jum’at ini, aku baru saja mandi dan siap-siap berangkat ke masjid untuk salat
Jumat. Sambil istirahat sejenak kupandangi anak lelakikui yang masih duduk di
bangku kelas 2 Sekolah Dasar. Dia sedang
sibuk mengenakan sarungnya yang berwarna cokelat muda. Akhir-akhir ini sering
kuperhatikan dia pergi ke masjid mengenakan kain sarung namun luput dari
perhatian. Baru kali ini nampak dia kesulitan dan ternyata hasilnya kurang
rapi.
“Kakak,
kok memakai sarungnya begitu, sini Ayah bantu.” Aku mendekatinya. Dia nampak
tersipu. “Iya ni Yah, susah,” rengeknya.
“Begini,
lipat dulu sedikit bagian atas ini ke dalam, nah sambungan yang terjahit ini
harus pas di dada, lalu tekan oleh dagu,” sambil kuperagakan gerakan itu anakku
menyimak dengan serius. Kali ini adalah pengalaman pertamanya dalam bersarung
sambil diberi petunjuk.
Sejak
disunat pada umur lima tahun-saat masih
TK- anakku tidak pernah mengenakan
sarungnya. Dia lebih suka dengan celana panjang yang sudah satu stel dengan
pakaian koko-nya (baju muslim). Memang saat ini baju muslim menjadi pilihan
bagi anak-anak untuk pergi ke masjid atau madrasah. Selain praktis modelnya
juga modis. Namun akibatnya banyak anak lelaki yang menjadi kaku dan kesulitan
saat dia mulai berkenalan dengan kain sarung, seperti yang dialami anak
lelakiku ini.
Setelah
selesai mencoba cara yang kujelaskan, anakku duduk disampingku sambil tersenyum
puas. Dia merasa lebih pe-de kali ini.
“Yah,
coba lagi ya?” pintanya sembari berdiri dan membuka lipatan sarung.
“Ooh,
iya bagus. Biar kakak makin lancar mengenakan sarung dan hasilnya lebih rapi.”
Aku semangat dan mengulum senyum.
Saat
di perjalanan kumandang azan mulai menggema dari corong-corong pengeras suara.
Anakku melangkah tegap di depanku dengan gaya bersarungnya yang baru.
Jumat,
9 Mei 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar