BEDAH BUKU SENYUM NOLINA

BEDAH BUKU SENYUM NOLINA
KUMPULAN CERPEN "SENYUM NOLINA" karya Dedi Saeful Anwar ini sudah bisa dipesan. Harga Rp38.000 (belum ongkir). [Info pemesanan dan penerbitan di FAM Publishing hubungi Call Centre 0812 5982 1511, atau via email forumaktifmenulis@yahoo.com, dan kunjungi web kami di www.famindonesia.com]

Sabtu, 20 Juli 2013

PUISI: SEPIKU DITIKAM SUNYI



SEPIKU DITIKAM SUNYI
Oleh: Dedi Saeful Anwar


Pergi jauh semua kidung
Berlari ke sudut-sudut palung
Mengikat kian karat jiwa sekarat
Menepi di bibir jurang sunyi

Mati suri semua geni
Mencari arti tanpa nadi-nadi
Disekat denyut mengangkang hanyut
Mematri di ujung palung sepi

Gontai sayap-sayap hari mati tanpa arti
Tanpa kepak daun ditinggal hari
Hari yang mati
Disini meringkuk sepi
Sepiku ditikam sunyi

Cjr, 14/03/13

FIKSI MINI: I LOVE BADMINTON



I LOVE BADMINTON
Oleh: Dedi Saeful Anwar

Aku mengenal olah raga bulutangkis atau dalam istilah lain adalah badminton, sudah sejak kecil. Aku sering bermain bulutangkis walaupun perlengkapan yang digunakan sungguh mengenaskan. Pemukul kok-nya terkadang aku menggunakan piring yang terbuat dari seng hingga menimbulkan suara “tong-tang-tong-tang”. Tapi aku tidak perduli dengan telinga orang lain yang terganggu. Enjoy saja.
Atau kadang-kadang aku membuatnya dari sebuah triplek bekas disambung dengan sebilah bambu kemudian dipaku sebisa mungkin hinggga menimbulkan bunyi, “tok-tak-tok-tak” Semua kulakukan karena aku memang suka, dan mencintai bulutangkis. Hingga akhirnya aku memiliki idola seorang pemain bulutangkis yang sangat terkenal saat itu yatu Liem Swie King, pemain Indonesia yang memiliki julukan terkenal dengan “King Smash”-nya.
Namun keterbatasan rupanya membuatku semakin gila mencitai bulutangkis. Hingga pada sebuah perayaan Agustusan di kampungku aku mengikuti sebuah pertandignan bulutangkis antar RT.

“Man, ayo cepat, malam ini jadwal pertandingan buluitangkis. Kamu akan melawan si Endang dari RT. 6.!” Rido, memanggil. Aku baru pulang mengaji saat itu
“Iya tapi aku tidak punya raketnya Do?” jawabku sedikit mengeluh
“Ayo cepat, biar raket aku saja yang kamu pakai. Nih!” Rido menyodorkan raket Yonex yang sudah lama aku idamkan.
“Waa..h kamu baik sekali Do.” Aku sumringah dan semangatku semakin timbul.
“Iya makanya, yuk berangkat!” Rido segera menarik tangaku.

***

Kecintaanku pada bulutangkis mengantarkanku menjuarai Turnamen Agustusan tingkat RT/RW, hingga membawaku ke tingkat Desa. Beruntung selama aku tidak mempunyai raket aku memiliki sahabat setiaku, Rido yang mendampinginku dan memberiku pinjaman raket selama pertandingan antar kampung itu. Hingga aku menjuarai tingkat Desa dan mendapat hadiah sebuah raket yang menjadi kenangan dan selalu menggantung di dinding kamarku hingga aku beranjak dewasa. “I love Badminton, so much.”

Kamis, 18 Juli 2013

[RESENSI] KEJORA YANG SETIA BERPIJAR





“MEMAKNAI PERJUANGAN HIDUP”


ANATOMI BUKU
Judul Buku                  : Kejora yang Setia Berpijar.
Kategori Buku             : Antologi Puisi “Pahlawan di Mataku”.
Penulis                         : 50 Penyair Muda Indonesia.
Penerbit                       : FAM Publishing.
ISBN                           : 978-602-17404-08.
Tahun Terbit                : Cetakan I Januari 2013
Jumlah Halaman          : 280 halaman
Harga                           : Rp45.000,-

Berawal dari sebuah iven yang diadakan oleh Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia yang betajuk “Undangan Nulis Puisi Bertema “Pahlawan di Mataku”. Dibukukan! Hal ini disambut antusias oleh para pecinta sastra khususnya puisi. Dan mereka semua aktif bergelut di dunia maya khususnya yang sering menggunakan media sosial Facebook. Maka hadirlah sebuah buku yang menarik dan keren tentunya. Inilah Buku Antologi Puisi karya FAMili, sebutan untuk anggota Forum Aktif Menulis (FAM) menjadi salah satu buku sastra yang patut mendapat apresiasi. Buku yang memuat 150 puisi yang memiliki nilai perjuangan dan bermakna sangat luas, patut diacungi jempol. Betapa tidak isi buku ini berhasil mengangkat beragam sisi kehidupan yang penuh perjuangan. Mulai dari perjuangan seorang ibu, perjuangan melawan kemiskinan, perjuangan menggapai cita-cita, perjuangan kemerdekaan, dan lainnya.
Walau setiap puisi dalam buku memiliki tema yang sama dalam meneladani sikap-sikap pahlawan, tetapi objek yang disorot berbeda-beda. Tetapi semua sarat dengan hikmah dan pesan-pesan agama yang dapat dipetik dan bermanfaat bagi pembacanya. Ada yang menampilkan sosok pahlawan yang sesungguhnya secara langsung ceperti dalam puisi Sebait Puisi Buat Bung Karno II, Pahlawan Itu… (1), Tugu, dan puisi lainnya yang tersebar di halaman 42, 52, 56, 90, 100,122, 126, 130, 134, 136, 144, 198, 206, 215, 218, 233, 237, 241, 250, 265, dan 268.
Lalu ada pula yang menampilkan sosok ibu. Contohnya pada puisi Sejatinya Pahlawan Padamu Ibu, Surga Itu Kau Ciptakan Untukku. Dan pada puisi lainnya di buku ini yang mengangkat sosok ibu dapat ditemui pada halaman 83, 125, 141, 164, 166, 178, 180, 235, 254, 272, dan di halaman 277. Kemudian ada pula yang mengagumi sosok guru atau ustad yang diusung oleh para penyairnya, seperti terungkap pada puisi Mengenangmu, Ilmu Bukan Permata, atau pada puisi yang ditulis di halaman 85, 113, 128, 139, 150, 221, dan halaman 259.
Kemudian pembaca akan disuguhi larik-larik indah pada puisi yang mengangkat objek lain yang beragam tentunya. Ada yang menampilkan orang yang kekurangan fisik (cacat tubuh), sahabat, petani, penyair/seniman, ayah, pengais sampah, adik, dan juga suami. Bahkan ada yang menampilkan sosok yang bergelar Al Amin yaitu Muhammad Rasululloh SAW dengan judul Muhammad, Teladanku. Secara umum para penyair muda ini sangat apik dalam permainan diksi dan rima.
Terlepas dari licentia poetika para pemuisi secara umum berhasil menyampaikan pesan mendalam dan kuat dalam penghayatan. Dilihat dari segi diksi, beberapa puisi ada yang terkesan sangat sederhana tetapi mampu menyampaikan pesan. Namun tidak sedikit pula yang berhasil menampilkan diksi yang kuat seperti karya-karya Denni Meillizon dan Refdinal Muzan. Begitu pula dalam penggunaan rima. Ada yang lariknya sedikit dengan rima namun ada pula yang kuat dan sangat memperhatikan rima.
Secara keseluruhan buku ini patut untuk diapresiasi dan dimiliki oleh para pecinta sastra. Terlepas dari sisi puisi, buku ini memiliki beberapa kekurangtelitian dalam proses editing. Seperti dalam penulisan tahun terbit, yang seharusnya Januari 2013, di sana tertera Januari 2012. Lalu dalam Daftar isi di halaman 10 dalam tulisan judul “Saat Keramaian Hadir Dalam Sunyi” terselip angka 0.03 sehingga tertulis “Saat Keramaian Hadir 0.03 Dalam Sunyi”.
Tetapi hal itu dapat tertutupi dengan design kover yang menarik. Mulai dari tulisan judul yang meggunakan huruf/font yang apik di atas warna kuning keemasan. Sementara di sudut kiri bawah nampak bayangan seorang wanita berhijab sedang menatap sebuah bintang yang sedang jatuh di antara kerlip bintang lainnya di hamparan langit yang berwarna hitam keungunan. Sungguh fantastis!
Begitu pula dalam penulisan “header” di atas karya puisi pada setiap lembarnya sudah pas sehingga memudahkan pembacanya untuk mengetahui siapa penulis puisi tersebut. Dan nama-nama serta biodata singkat dari para penulisnya yang diselipkan diantara tiga karyanya sungguh menjadi hidangan memikat yang khas sehingga tidak terkesan monoton.
Demikian resensi buku ini, semoga bermanfaat dan dapat menjadi sebuah bahan pertimbangan dalam mencari buku yang berkualitas. Semoga kejora itu selalu berpijar.



Cianjur, 21 Desember 2013