BEDAH BUKU SENYUM NOLINA

BEDAH BUKU SENYUM NOLINA
KUMPULAN CERPEN "SENYUM NOLINA" karya Dedi Saeful Anwar ini sudah bisa dipesan. Harga Rp38.000 (belum ongkir). [Info pemesanan dan penerbitan di FAM Publishing hubungi Call Centre 0812 5982 1511, atau via email forumaktifmenulis@yahoo.com, dan kunjungi web kami di www.famindonesia.com]

Selasa, 27 April 2021

 


MENEROKA HARAPAN

: Sebuah Kesimpulan dan Refleksi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara

 

Oleh:

Dedi Saeful Anwar

(SD Islam Kreatif Muhammadiyah-Cianjur)

 

 

Selama ini pendidikan formal telah menjadi sebuah harapan untuk menjadi jembatan meraih impian dan masa depan. Masa depan yang gemilang dan penuh harapan cerah. Meski pada kenyataannya tidak setiap diri yang selesai dan menuntaskan pendidikan formal lantas segalanya sesuai harapan. Tak sedikit pula yang tanpa pendidikan formal mengenyam pula kesuksesan.

Lantas apa yang penyebabnya? Pertanyaan besar ini tentu memerlukan jawaban yang bijak. Tidak dapat dilihat dari satu sudut pandang. Jika dilihat pada perkembangan saat ini, semua lapisan masyarakat sudah memandang bahwa pendidikan itu sangat penting. Cara pandang atau mindsets masyarakat bahkan kini sudah lebih konkret.

Jika melihat ke masa dahulu, sekolah negeri selalu menjadi incaran para orangtua untuk menyekolahkan anak-anaknya, tetapi kini tidak demikian. Bermunculannya sekolah swasta yang menawarkan layanan pendidikan lebih baik semakin banyak dilirik. Hal ini bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan, tetapi justru untuk menjadi ajang sebuah pembuktian bahwa pendidikan formal memang mampu menjadi harapan dan cita-cita meraih masa depan.

 

KENYATAAN SEBAGAI KODRAT DIRI, ZAMAN DAN ALAM

 

Jika melihat sehari-hari pembelajaran di kelas selama ini, peserta didik selalu antusias untuk mendapat haknya dalam mendapatkan ilmu. Dengan dukungan lingkungan sekitar, baik orangtua maupun masyarakat, juga pemerintah  ---yang menyediakan fasilitas negara demi mencerdaskan bangsa, maka telah terbentuk kesadaran masal bahwa pendidikan itu sangatlah penting dan berguna.

Lingkungan sekolah yang terbentuk dari warga yang ada di sekitarnya (murid, guru, pimpinan, lembaga, orangtua, masyarakat, dan pihak-pihak terkait) membentuk sebuah atmosfir yang saling berkaitan. Pemerintah yang menyediakan kurikulum sebagai rel untuk lajunya gerbong pendidikan diharapkan menjadi kendaraan untuk meraih tujuan yang sama, yaitu cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa.

 

Tetapi ada kegelihan dalam hati. Negeri ini adalah negeri yang besar dan luas. Negeri yang memiliki perjalanan panjang dalam meraih kebebasan (baca: merdeka). Tentunya kenyang dengan segala bentuk pemaksaan dan penindasan. Sudah saatnya bangsa ini dapat mengekspresikan segala bentuk kemerdekaannya. Pertanyaannya, sudahkah bangsa ini bebas dan merdeka secara seutuhnya? Tentunya jawaban ini perlu perenungan mendalam dan kejujuran hati nurani.

Begitu pula dengan dunia pendidikan. Khususnya dalam Pembelajaran di kelas dan sekolah-sekolah pada umumnya. Selama ini kemerdekaan belajar itu belumlah terwujud sepenuhnya dengan nyata. Selama ini---tentu saja dengan kurikulum yang disesuaikan, pelayanan kepada para murid/pesdik dilakukan sama. Baik cara penyampaian materi pelajaran, Konsep belajar, metode, penugasan dan pengevaluasian. Hal ini jelas bertentangan dengan kodrat, sifat, atau karakter diri setiap anak.

Seringkali sejumlah anak dalam satu kelas diberikan formula yang sama padahal jelas dan nyata mereka semua berbeda. Inilah bentuk ketidakmerdekaan yang selama ini terjadi di kelas dan lingkungan sekolah. Bahkan sebuah kesalahan anak bisa jadi dosa dan mendatangkan hukuman bagi pelakunya. Mungkin saja si pembuat pelanggaran sedang melakukan pembelaan haknya.

Zaman dan keadaan pun membuat segalanya bisa berubah. Kemajuan dan modernisasi mau tidak mau tentu akan menggese zaman. Sistem Pembelajaran pun disesuaikan dengan zamannya. Dahulu kapur tulis dan pan tulis hiram/blackboard selalu ada, kini sebagai bersar beralih pada spidol dan papan tulis putih/whiteboard. Dulu ujian tulis berbasis kertas dan pensil, sekarang berbasis komputer. Hal ini tentunya memerlukan sikap dan penyesuaian yang bijaksana oleh setiap pelaku yang terlibat.

            Selain Itu kodrat alam Negeri Khatulistiwa yang subur makmur ini menjadikan rakyatnya terlena. Segalanya mudah didapat tanpa banyak mengolah, hingga penjajah menjarah sekaligus  menistakan. Setiap musing hasil bumi melimpah tanpa banyak sudah payah, kapan pun dapat dinikmati. Darat dan lainnya begitu banyak menyimpan kekayaan.

Hal ini berbeda jauh dengan negeri yang berganti 4 musim. Mereka harus berjuang agar kehidupan bertahan dalam pergantian musim. Muncullah karakter Kreatif dan disiplin. Kodrat alam membentuk penghuninya. Sementara bangsa kita yang hanya dua musim, membentuk karakter santai cenderung tidak kreatif. Kodrat alam subur makmur ini membentuk jiwa santai dan kurang kreatif karena dimanjakan oleh kekayaan alam melimpah.

 

 

PEMIKIRAN DAN PERILAKU BARU

 

Berdasarkan kodrat alam dan zaman tentu bukan suatu penyesalan yang diusung. Bahkan sebaliknya, hal ini harus menjadikan sebuah titik balik bahkan senjata untuk berpikir dan bertindak/berperilaku yang baru dan mau berubah. Sikap diam dan selalu berada di titik zona aman, akan tergerus olah yang berpikiran selalu baru dan mau berubah. Berubah ke arah lebih baik dan memiliki kompetensi unggul. Kita tinggal memilh mana yang akan membawa ke arah gemilang dan lebih cerah.

Seiring dengan Konsep Filosofis Pemikiran Ki Hadjar Dewantara (KHD) yang mengusung TRI-KON (3Kon). Konvergen, Konsentris, dan Kontinyu. Kovergen, terbuka pengetahuan meski hal itu berasal dari luar namun bermanfaat dan berguna jika diterapkan.  Konsentris artinya tetap beregang kuat pada akar budaya kita, terlebih dengan menyadari sebagai bangsa yang ber-Bhineka Tunggal Ika. Sementara itu Kontinyu, menggabungkan konvergen dan kensentris secara terus menerus/kontinyu. Jangan pernah bosan atau bahkan berhenti.

Selanjutnya, Trilogy Pemikiran KHD. Pertama, Ing ngarso sung tulodho, yang memiliki pengertian bahwa pendidik/guru/pamong adalah sebagai contoh bagi anak-anak, dapat menjadi teladan/role model.  Kedua, Ing madyo mangun karso memiliki pengertian guru sebagai penggerak di tengah-tengah atau bersama dalam meraih tujuan belajar. Ketiga,

Tut wuri jandayani, guru memberi dukungan/dorongan secara penuh keikhlasan dan keteguhan hati.

Lalu, sikap menyadari kodrat anak, kodrat alam hingga kodrat zaman. Hal ini akan semakin membuka hati dan pikiran sehingga jiwa-jiwa merdeka akan semakin dapat mengepakkan sayap dalam melintas udara kebebasan. Bebas dalam menentukan dan menemukan jati diri. Selain Itu dengan mengimplentasikan TRI-KON dan trilogy KHD maka pemikiran dan hal baru akan semakin terbuka lebar dan hadir dalam jiwa setiap pendidik

 

CITA-CITA DAN HARAPAN ATAS PEMIKIRAN KHD

 

Setelah mengetahui dan memahami Konsep dan Pemikiran KHD tentunya hal ini menjadi butiran embun yang hadir dalam diri. Menjadi cahaya yang akan menyinari ruang kegelapan dalam benak selama ini. Sebab, selama ini diri merasa anteng dan benar, bahwa sudah melakukan yang terbaik saat di depan kelas. Selama ini merasa sudah melayani anak/murid/peserta didik sesuai tuntutan kurikulum tanpa melihat segala kodrat yang ada.

Pembelajaran di kelas yang biasanya berpusat kepada guru, harus segera berputar arah. Hal ini berarti pembelajaran berpusat kepada anak. Lalu, sadari pula bahwa setiap diri adalah unik maka harus mau mengubah pola pikir.

Lalu, Konsep Tri-kon dan trilogy KHD harus benar-benar menjadi nyawa setiap sekolah dan kelas-kelas sehingga merdeka belajar akan mewujudkan cita-cita bangsa dengan melahirkan manusia berbudi pekerti dan berjiwa Pancasila.

 

Cianjur, 27 April 2021



Sumber foto:

https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fwww.kalderanews.com%2F2020%2F04%2Fbegini-7-fakta-ki-hajar-dewantara-ternyata-pernah-jadi-santri-dan-menteri%2F&psig=AOvVaw2ctMACiUyw2V4cyA5YCZug&ust=1619629614110000&source=images&cd=vfe&ved=0CAIQjRxqFwoTCKjs59j0nvACFQAAAAAdAAAAABAK