BEDAH BUKU SENYUM NOLINA

BEDAH BUKU SENYUM NOLINA
KUMPULAN CERPEN "SENYUM NOLINA" karya Dedi Saeful Anwar ini sudah bisa dipesan. Harga Rp38.000 (belum ongkir). [Info pemesanan dan penerbitan di FAM Publishing hubungi Call Centre 0812 5982 1511, atau via email forumaktifmenulis@yahoo.com, dan kunjungi web kami di www.famindonesia.com]

Kamis, 29 Oktober 2015

[ARTIKEL] ANTARA KESIBUKAN DAN MINDSET

ANTARA KESIBUKAN DAN MINDSET
Oleh: Dedi Saeful Anwar




Minggu ini ada beberapa yang hal harus dikerjakan. Selain kegiatan rutin mengajar di dua sekolah (MTS dan SD), kegiatan temporal dan kegiatan menulis ---sebetulnya masih malas-malasan alias belum menjadi pilhan utama selain kegiatan mengajar-- yang membutuhkan konsentrasi.
Bagiku menulis sebenarnya menjadi satu kegiatan yang memiliki passion tesendiri, namun begitu sulit membagi waktunya. Bila pulang tugas mengajar sore hari, tentu menguras energi baik tenaga maupun pikiran. Bila saat tugas di sekolah lancar mungkin saat datang ke rumah tidak terlalu menguras energi. Lain soal bila di sekolah menemukan beberapa hal atau masalah. Semisal siswa berkali-kali tidak mengerjakan PR atau tugas. Siswa bermasalah dengan siswa lain atau dengan orang tuanya sehingga sekolah (guru) harus turun tangan. Tentu hal ini akan menambah beban jika tidak pandai mengatur emosi dan menjaga kondisi. Salah menempatkan bisa-bisa masalah di sekolah terbawa ke rumah.
Sesampainya di rumah, tentu pekerjaan lain pun sudah menunggu. Anak ada PR. Menjaga kondisi rumah dengan istri agar tidak berantakan karena kami belum mempunyai pembantu/asisten RT. Sementara anak-anak belum paham atau disiplin dalam kebersihan dan kerapian rumah. Salah-salah hal kecil pun bisa menimbulkan konflik baik dengan istri maupun anak.
Belum lagi jika ada anak yang sakit atau selalu melanggar aturan keluarga. Hal-hal itu tentu akan mengurangi mood untuk menulis. Ketika anak-anak sudah tidur seringkali ada niat untuk menyalakan komputer/PC lalu menulis ide yang ditangkap dari pagi hiongga siang/sore hari. Hal itu tidak serta-merta lancar dan mudah untuk dituangkan. Selain ide tersebut keburu hilang dan menguap, terkadang rasa kantuk yang berat menyerang mata karena kelelahan. Tak jarang malah tidur karena memang mata sulit dibuka.
Kembali pada soal kegiatan. Dengan banyaknya kegiatan tentu akan menguras daya pikir dan konsentrasi. Nah, dalam minggu ini tiga hari berturut-turut melakukan pekerjaan dengan hasil yang dirasakan kurang maksimal yang diakibatkan telat tidur. Mata bisa terpejam lewat jam dua dini hari. Sementara esok hari sebelum jam 7 harus sudah memulai lagi aktivitas hingga menjelang senja pulang. Bahkan dua hari tesebut sejak pagi harinya sudah melakukan kesalahan dan kekeliruan. 
Beruntuk pada hari ke-empat ada jeda libur Peringatan Hari Santri Nasional yang jatuh pada tanggal 22 Oktober. Namun walau ada kesempatan untuk istirahat (colongan) tetap saja ada kegiatan yang harus diselesaikan. Dengan demikian istirahat untuk memulihkan kondisi badan yang kelelahan urung dilaksanakan. Malamnya pun tidur kembali telat.
Tetapi aneh bin heran. Di hari ke-lima akivitas mengajar malah dirasakan nyaman dan enjoy. Walau pun badan masih tetap dirasakan kurang fit dan mata masih diarasakan sepet karena kurang tidur berhari-hari.

Saat mengajar di kelas 4—kebetulan hari Jumat saya mendaat jadwal mengajar Bahasa Inggris di sekolah dasar. Setelah menyapa dengan sapaan “Good morning, students” seperti biasa murid-murid menyapa antusis dengan jawaban “Good morming, Mr.”
Lalu kulanjutkan dengan How are you today?” mereka apun mejawab’ “I’m fine thank you. And you?”
“I’m verry well. Thank you.” Jawabku.
Setelah berdoa dan mengabsen aku berinisiatif mengajak peserta didik untuk bernyanyi lagu yang seminggu sebelumnya disampaikan “Are you sleeping?”. Walau ada beberapa peserta didik yang tidak disiplin dan tidak memerhatikan namun tidak mengganggu sebagian besar speserta didik yang duduk rapi di bangkunya masing-masing.
Hampir semua semangat dengan suara lantang mereka bernyanyi. Akhirnya yang tidak duduk rapi itu mengikuti kegiatan teman-temannya yang menyanyi kompak.
Setelah diraskan cukup menghangatkan susana, kau belum menyuruh peserta didik mengeluarkan alat tulis. Tiba-tiba saja energi pun muncul dengan meluap-luap. Aku lupa dengan mata yang perih dan tenggorokan agak gatal dan kering--- sepertinya pilek gegara angin malam mulai menyerang.
Aku mengajak peserta didik untuk melakukan gerakan tepuk tangan. Saat aku mengatakan “tepuk sekali” peserta didik bertepuk tangan sekali. Berturut-turu kuperintahkan, hingga kuucapkan kalimat “tepuk lima kali”. Anak-anak pun bertepuk lima kali tepukan.
Setelah itu, kegiatan belum selesai. Aku perintahkan mereka berhadapan dengan teman sebangkunya masing-masing. Lalu menepukkan tangannya sendiri setelah itu menepukkan ke telapak tangan teman yang berada dihadapannya (temen sebangku) kalau menepukkan tangan sediri sekali, lalu menepukkan ke telapak tangan temannya pun sekali saja. Begitu terus hingga tepuk tangannya lima kali. Kegiatan itu dilakukan 2 kali berturu-turut.
 Dan setelah dirasa semua anak antusias dan daya konsentrasinya terpancing, artinya tidak ada yang ke luar bangku, tidak ada yang jail pada temen di belakang, di hadapan dan di samping, barulah aku menyuruh mereka mengeluarkan buku catatan.
Kegiatan 2x35 menit pun berjalan sukses tanpa hambatan. Semua siswa antusias hingga pembelajaran ditutup dengan bernyanyi dan bertepuk tangan kembali.
Dengan demikian, selelah dan sepenat apapun dirasakan oleh tubuh dan pikikiran kita, jika pola pikir kita positif dan enjoy, insyaAllah segalanya akan mudah dan lancar. Dan tentu saja ada nilai plus yang tidak bisa ditukar dengan hal apa pun, yaitu keikhlasan dan selalu bersyukur.
Wallahua’lam bishawab.



Cianjur, 23 Oktober 2015

Sabtu, 24 Oktober 2015

[RESENSI] MENGARUNGI LABIRIN KEHIDUPAN





MENGARUNGI LABIRIN KEHIDUPAN*)

Judul Buku                : Laki-Laki yang Tidak Memakai Batu Cincin
Kategori                     : Kumpulan Cerpen
Penulis                        : Badaruddin Amir
Penerbit                      : FAM Publishing
ISBN                           : 978-602-335-023-0
Tahun Terbit             : Cetakan Pertama, Maret 2015
Tebal                         : 176 Halaman; 14x20 cm


Buku yang berisi tujuh belas cerpen ini begitu memukau dan sarat perenungan. Di setiap kisahnya Badaruddin Amir---penulis kumcer ini, begitu lihai meracik kata per kata menjadi untaian kalimat yang bertabur makna.
Di setiap paragraf pembaca akan disuguhi kalimat-kalimat lezat yang bertabur deskripsi indah. Pembaca seolah berada di dalam gelombang teka-teki dan lautan pertanyaan. Ke mana kisah ini berujung, mengapa hal itu bisa terjadi serta pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya pembaca sendiri bisa menjawab dan menyimpulkannya.
Setiap pembaca akan diajak tersenyum manis namun tak lama kemudian garis bibir akan segera berubah miris, lalu tertawa, merinding, hingga menangis. Kita akan melihat dan merasakan berbagai kelucuan dan keluguan, lalu  dibawanya kepada hal-hal absurd bahkan sedikit berbau erotis. Hemmm...buku yang benar-benar lengkap dan membuat pembaca tak akan rela bila ketinggalan lembaran-lembaran berikutnya hingga lembar terakhir.
Di halaman pertama pembaca akan mulai diajak berkelana dalam sebuah kisah dengan judul yang cukup panjang, “Menghitung Batu-batu yang lepas dari Aspal Jalanan”. Di dalamnya mengisahkan sebuah daerah tertinggal yang memiliki jalur transportasi buruk, tetapi sumber daya alamnya terus dikeruk tanpa memikirkan ceruk-ceruk becana alam yang mengintai kapanpun juga siapapun. Untaian kisah berlanjut pada  “Kemiri (1)” dan  “Kemiri (2)” yang bercerita kesederhanaan hidup di sebuah kampung yang menghasilkan kemiri dengan deskripsi indah. Pesan kuat di dalamnya adalah jangan pernah menganggap rendah orang lain dan jangan berprasangka buruk kepada orang lain yang ternyata malah orang yang kita nilai buruk ternyata berhati mulia.
Daya pikat untaian kalimat kembali berlanjut pada “Sahabat Penting Kami dari Masa Kanak”. Sebuah kisah yang menuturkan sikap lupa diri seorang manusia yang silau dengan kemilau dunia. Pendidikan tinggi tidak serta merta menjadikan manusia memiliki akhlak mulia. Sebuah kisah lain dari hiruk pikuk dunia politik yang mengantarkan seorang anak manusia ke balik jeruji.
Kisah-kisah anak manusia dengan berbagai konflik kehidupan dan pernak-pernik dunia kembali hadir dan mencengangkan dihadirkan dalam runtutan cerpen berikutnya. Fenomena batu akik yang mengubah tatanan kehidupan masyarakat kita akhir-akhir ini disindir dengan cerdas dalam “Laki-laki yang Tidak Memakai Batu Cincin”. Kemudian, kisah yang sedikit menerbitkan bulu kuduk dapat disimak dalam“Emilia” yang hadir begitu apik dengan ending yang benar-benar manis merinding.
Impitan berbagai persoalan kehidupan muncul dengan kental adalam “Dia Berenang Terus”. Mengarungi kehidupan ibarat kita berenang di tengah badai serta airlaut, dalam gelap keadaan malam mencekam.
“....ia memang harus berhati-hati karena kesalahpahaman bisa terjadi. Dan alangkah banyaknya korban salah paham, salah tangkap dan belakangan salah tembak ....” demikian sebuah penggalan dalam  kisah “Dia Memanjat Terus”, menyindir sikap aparat negeri ini yang seringkali membuat geram dunia hukum.

Bahwa masyarakat kita ini adalah masyarakat yang lemah, yang seringkali mudah terhasud oleh pemberitaan yang belum tentu jelas benar kejadiannya. Kita teramat sering dimakan isu murahan dan kacangan. Sentilan ini hadir dalam cerpen “Kucing”. Sedangkan dalam  “Mercon Ramadan” dan “Tlit...Tit di Akhir Ramadan” mengajak kita untuk merenungkan berbagai hal yang kerap hadir di bulan yang penuh berkah.
Kisah berbeda muncul dalam “Ayahku Seorang Lelaki Malam”. Teka-teki siapa sebenarnya Ayah si tokoh utama dalam kisah tersebut membuat pembaca sedikit mengernyitkan dahi. “...Siapa  ayah kami memang selalu menjadi pertanyaan tak terjawab hingga adikku menjadi kanak-kanak. Apakah ayah adikku juga adalah ayahku? Semuanya menjadi misteri....”
            Selanjutnya kelucuan akan muncul dalam “Kandang Ayam” dan “Iseng”. Hal-hal sederhana bisa menjadi unik dan menarik. Penulis berhasil mengulik kisah-kisah menggelitik membawa pembacanya benar-benar tersenyum.
Rasa satra yang kental lalu hadir dalam “Matahari Dimakan Rayap pada Suatu Senja” seperti dalam kalimat di halaman 146 berikut ini ....” usai ritualisasi itu, rayap rayap raksasa itu kemudian ramai ramai memakan matahari dengan rakusnya. Matahari pun luka dan berdarah. Ceceran darahnya menetes ke laut hingga membuat laut jadi merah”. Sebuah keindahan merangkai kata yang memukau.
“Tak Ada Euphimisme untuk Tahi” sebuah kisah tentang hal yang sering luput dari perhatian kita. Dengan tidak bermaksud jorok ataupun menghadirkan rasa jijik terhadap kotoran. Sementara itu kisah yang menghadirkan sebuah proses membangun usaha dan meningkatkan kepercayaan diri hadir dalam Senyum dan Tawa”.
Secara keseluruhan dalam dalam buku kumpulan cerpen ini penikmat akan disuguhi berbagai ending yang mengejutkan ibarat mengarungi labirin kehidupan. Teka-teki selalu merajai kalimat demi kalimat. Dari awal kisah ini penulis membangun simpati dan empati namun tetap diselimuti misteri. Membaca buku ini menerbitkan perenungan mendalam terhadap hal yang sering dianggap sepele. Tak jarang sesekali diberi ending yang membuat tersenyum kisah-kisah di dalam beberapa cerpen. Sehingga tidak menumbuhkan rasa bosan untuk terus melahap buku ini hingga di halaman terakhir. Keliaran imajinasi penulis yang telah banyak menerima penghargaan juga merupakan seorang guru ini tampak mendobrak batas-batas kemustahilan. []

Cianjur, 13 Oktober  2015

*) Dimuat di Harian Singgalang, Padang, Sumatera Barat.
     Minggu, 25 Oktober 2015


Rabu, 21 Oktober 2015

[BERITA] Pemenang Lomba Resensi Buku terbitan FAM Publishing 2015



Nama-nama Pemenang Lomba Resensi Buku terbitan FAM Publishing (Divisi Penerbitan FAM Indonesia). 


JUARA 1
Dedi Saeful Anwar (Bandung)
Judul Resensi: “Metamorfosa Seorang Gadis Desa”

JUARA 2
Ken Hanggara (Surabaya)
Judul Resensi: “Kisah Panjang Pencarian Jati Diri”

JUARA 3
Intan Puspita Dewi (Jakarta)
Judul Resensi: “Hidup, Cinta dan Perjuangan”


Sebagai tanda apresiasi, FAM Indonesia memberikan Hadiah sebagai berikut:

JUARA 1
- Uang Tunai Rp500.000,- 
- Paket Buku terbitan FAM Publishing
- Piagam Penghargaan

JUARA 2
- Uang Tunai Rp300.000,-
- Paket Buku terbitan FAM Publishing
- Piagam Penghargaan

JUARA 3
- Uang Tunai Rp200.000,-
- Paket Buku terbitan FAM Publishing
- Piagam Penghargaan



Sumber: http://www.kabarancak.com/2015/08/pengumuman-pemenang-lomba-resensi-buku.html

BEDAH BUKU "SENYUM NOLINA"


Dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda ke-87, ikuti dan hadiri kegiatan “Bulan Bahasa Al Mizan”!

Dengan acara menarik berupa bedah buku “Senyum Nolina
Karya: Dedi Saeful Anwar.
Acara akan dihadiri oleh:
Iwan B. Setiawan (Ketua Komunitas NINABobo/Dewan Kesenian Cianjur),
De Minnie (Pengurus FAM Jabar)
Pelaksanaan:
Sabtu, 31 Oktober 2015
Waktu: Pukul 08.00 s.d. selesai

Tempat: MTs. Al Mizan Kec. Cilaku, Cianjur-Jabar.