BEDAH BUKU SENYUM NOLINA

BEDAH BUKU SENYUM NOLINA
KUMPULAN CERPEN "SENYUM NOLINA" karya Dedi Saeful Anwar ini sudah bisa dipesan. Harga Rp38.000 (belum ongkir). [Info pemesanan dan penerbitan di FAM Publishing hubungi Call Centre 0812 5982 1511, atau via email forumaktifmenulis@yahoo.com, dan kunjungi web kami di www.famindonesia.com]

Rabu, 20 April 2016

Bukukan Puisi Anda, bersama FAM Wilayah Jawa Barat! [Tema Puisi “Kesan Semalam di Cianjur”]

Bukukan Puisi Anda, bersama FAM Wilayah Jawa Barat!
[Tema PuisiKesan Semalam di Cianjur”]
Dibuka: 25 Maret 2016
Deadline: 25 April 2016



Lagu “Semalam di Cianjur” buah karya Alfian, pernah hits di tahun 80-an dan dilantunkan oleh banyak penyanyi, hingga membekas di hati pencinta musik tanah air. Terinspirasi dari lahirnya lagu tersebut, FAM Wilayah Jawa Barat mengajak Anda untuk melahirkan karya cipta tentang kesan semalam di Cianjur melalui puisi, siapa tahu menjadi karya yang menginspirasi banyak orang dan selalu membekas di hati.
            Apa pun tentang Cianjur bisa Anda tuliskan menjadi bait-bait puisi yang indah. Bisa berupa; pesona budaya, wisata alam, kuliner, persahabatan, impian, dll. Meskipun Anda belum pernah ke Cianjur (hanya tahu melalui media atau cerita teman), tak ada salahnya berimajinasi, karena naskah puisi ini tidak harus berdasarkan kisah nyata.
Bagaimana cara mengirim puisi dan diterbitkan di buku ini?
Pertama, penulis umum (baik anggota FAM Indonesia maupun nonanggota), baik berdomisili di Tanah Air maupun di Mancanegara.
Kedua, naskah puisi ditulis di microsof word 2003 atau 2007, ukuran kertas kuarto A4, jenis huruf Time New Roman, ukuran huruf 12.
Ketiga, panjang naskah puisi maksimal 1 (satu) halaman, cukup 1 (satu) spasi (satu halaman untuk satu puisi).
Keempat, masing-masing peserta mengirimkan maksimal 2 (dua) judul puisi bertema “Kesan Semalam di Cianjur”. Namun puisi yang akan dipilih dari masing-masing peserta hanya 1 (satu) puisi saja.

Kelima, Naskah Puisi harus asli karya sendiri, bukan jiplakan atau terjemahan dan sedang tidak diikutsertakan dalam event menulis lain.

Keenam, di bawah naskah mencantumkan profil penulis dalam bentuk narasi (maksimal 10 baris) serta foto diri, dan mencantumkan alamat domisili, email dan nomor telepon yang dapat dihubungi.
Ketujuh, naskah dikirim ke email: diefansa@yahoo.com. Naskah yang masuk akan mendapat balasan dari admin FAM Wilayah Jawa Barat. Nama-nama penulis yang naskahnya lolos akan diumumkan di grup-grup bentukan FAM Indonesia.

Demikian informasi ini kami sampaikan, hal-hal yang kurang jelas dapat ditanyakan kepada panitia penerbitan lewat email: diefansa@yahoo.com atau lewat sms/call ke Dedi Saeful Anwar (Koordinator FAM Wilayah Jawa Barat) di nomor 081 710 7254.

Salam aktif!

FAM Wilayah Jawa Barat

Senin, 29 Februari 2016

[FTS] DATANG DAN PERGI

DATANG DAN PERGI
(kisah hujan dan kerbau)


Oleh: Dedi Saeful Anwar

SESUATU yang datang dan pergi selalu menimbulkan sebab akibat. Kedatangan dan kepergian di dunia adalah hal yang wajar dan tak terbantahkan. Merupakan sebuah hukum alam. Semua itu bukan tanpa sebab dan tujuan. Tentu semuanya ada yang mengatur. Dialah Sang Pencipta alam semesta, Allah ‘Aza Wajalla.
Seperti hujan. Semalam dia datang bertasbih memenuhi tugas dari-Nya. Dia menyiram tubuh bumi yang tengah lelap tidur. Tak perduli semua gigil dan kaku, hingga desau enggan menderu.
Pagi pun datang memenuhi tugas seperti biasa. Namun kali ini matahari cemberut. Dia enggan membuka jendela cahaya. Daun-daun tertunduk menahan beban air titipan hujan di pundak mereka. Batang-batang pohon pun masih  kuyup. Rerumputan bergumul dengan sesamanya. Mereka berpelukan dan saling merangkul tanah yang gelisah.
Burung-burung di dahan pohon hanya beberapa saja yang terdengar cicitannya. Mereka membangunkan teman-temannya yang masih lelap di sarang, tak luput dari terpaan hujan.
Namun sejak kepergian hujan, pagi memiliki banyak cerita. Udara terasa sejuk,  segar, dan bersih. Semua makhluk yang bernapas terlihat lepas dan bebas menikmati pemberian Tuhan yang tiada batas. Semua boleh menghirup dalam-dalam kemudian membuangnya, lalu menghirup lagi, membuangnya lagi. Begitu terus. Hingga jantung mereka dinyatakan berhenti pada waktunya. Nikmat apa lagi yang kau dustakan?
Kepergian hujan pun telah menyulap air selokan dan sungai melimpah tertimpa berkah. Sawah-sawah sumringah. Aliran air mendatangkan suara khas. Mereka datang  dari tempat yang agak tinggi kemudian jatuh ke dataran yang lebih rendah menciptakan konser alam. Gemuruhnya menjadi alunan melodi yang dipimpin oleh liukan daun-daun kelapa yang batangnya membaja. Tak ubahnya  bak seorang konduktor dalam sebuah pagelaran orchestra.
Di kejauhan deru traktor terdengar pongah. Ia berbeda dengan suara-suara alam. Betapa tidak. Dia sudah menggantikan peran kerbau. Dahulu di musim penghujan seperti sekarang ini, setiap pagi buta banyak kerbau selalu membantu petani mengolah sawah.
Kini kerbau telah pergi menangisi nasibnya. Ia sudah lama terliminasi oleh waktu dan zaman. Walau harga bahan-bakar terus menggelegar ibarat roket melesat menuju langit, namun petani melihat bahwa rumput sahabat hujan yang gratis pemberian Tuhan itu, tak lebih murah dibanding bahan bakar untuk sebuah mesin traktornya.
Hujan akan terus datang menangisi kerbau yang entah ke mana ia telah pergi.


Cianjur, 18 April 2015

[RESENSI] SEKERAT PERSAHABATAN DALAM SECANGKIR CINTA

SEKERAT PERSAHABATAN DALAM SECANGKIR CINTA

Oleh: Dedi Saeful Anwar

Judul                           : KAFE SERABI
Kategori                      : Novel
Penulis                         : Ade Ubaidil
Penerbit                       : de TEENS
ISBN                           : 978-602-279-158-4
Tahun Terbit                : Cetakan I, Agustus 2015
Jumlah Halaman          : 188 halaman
Dimensi                       : 13 x 19 cm

Sebagai makhluk sosial, setiap orang bisa dipastikan pernah memiliki sahabat dan merasakan ikatan persahabatan. Bermula dari pertemanan biasa lalu disebabkan intensitas pertemuan yang cukup sering kemudian mampu menimbulkan suatu  ikatan kuat. Merasakan suka-duka bersama, pahit-manis kebersamaan dalam menghadapi berbagai situasi bahkan tak jarang memunculkan pertengkaran kecil, atau bahkan memunculkan benih-benih cinta dari pesahabatan tersebut. Itulah sebagian warna dari pelangi persahabatan. Sebuah masa yang dapat kita temukan dengan mudah di lingkungan tempat tinggal, pesantren, organisasi, dan tentu saja masa-masa di bangku sekolah atau kampus.
Namun, tak sedikit pula dari persahabatan erat itu berujung pada ikatan cinta. Benih-benih suka yang tak disadari menyelinap di antara pertalian sahabat. Bermula dari rasa kagum yang tak jarang pula memunculkan percikan api cinta.
Tema inilah yang begitu kental dalam untaian kisah, kemudian diangkat menjadi sebuah novel bertajuk “Kafe Serabi”. Sebuah fiksi dari ratusan bahkan mungkin ribuan karya satra yang membidik para remaja namun tetap asyik dan menarik untuk disimak. Sekalipun dibaca oleh yang telah lanjut usia atau siapapun yang pernah melewati masa-masa indah dalam ikatan persahabatan di bangku sekolah/kampus.
***
Tersebutlah Anggun Amaravati, seorang gadis bertubuh subur. Ia tak pernah ambil pusing dengan posturnya yang berbeda di banding para gadis lainnya, terutama di kampus. Sekalipun sering menjadi bahan bully dan sasaran ejekan teman sekampusnya, Anggun tetap tegar dan tak memedulikan mereka. Termasuk Nia, teman kuliahnya yang sok kecantikan dan sering menyakiti Anggun.
Kecuekan Anggun ditopang dan didukung dua sahabat kentalnya, Anton dan Mila. Semua yang membuatnya menjadi kerdil mampu dihalau Anggun. Dan yang istimewa karakter Anggun sangat kuat. Hal ini dibuktikan oleh penulisnya---Ade Ubaidil, bahwa Anggun sosok gadis nyeleneh yang memiliki sahabat tidak cuma manusia, tetapi juga sugar glider. Seekor hewan nokturnal yang umumnya membuat para kaum hawa menjerit, Anggun malah menjadikannya sebagai sahabat ke-tiga selain Anton dan Mila. Bukan hanya main, makan dan tidur, bahkan saat mandi pun si binatang pemalas yang doyannya tidur melulu itu, ikut-ikutan masuk ke kamar mandi.
Di tengah kegalauannya mencari gebetan, saat duduk di sebuah Kafe, secara tak sengaja Anggun bertemu dengan sosok lelaki yang di matanya begitu sempurna. Tentu saja sesuai banget dengan kriterianya, Keanu Lazuardi. Lelaki blasteran itu benar-benar membuat Anggun bertekuk lutut. Ia seolah-olah pangeran yang dikirim Tuhan untuk menjadi pendamping hidupnya. Belakangan diketahui bahwa Ken---demikian panggilan Keanu, hanya menjadikan Anggun sebagai pelarian cintanya yang tak biasa. Hal ini memicu gadis yang memimpikan keindahan cinta itu hingga berubah 180 derajat. Cinta Anggun berbalik menjadi benci pada Ken.
Setelah serentetan musibah dan kejadian yang menimpanya, selain kecelakaan dari motor, hingga diketahuinya pria pujaan hatinya ternyata seorang gay, kondisi Anggun semakin terpuruk. Ia banyak mengurung diri, menjauhi dua sahabatnya dan mencurahkan segala isi hatinya melalui tulisan. Saat di kamar, Anggun hanya ditemani sahabatnya, Tata, si sugar glider. Ia menumpahkan seluruh perasannya dalam rangkaian tulisan yang kelak di akhir certa berwujud menjadi buku. Hal yang mengantarkannya menjadi seorang penulis terkenal atas lika-liku kisah persahabatan dan perjalanan cintanya. Lantas bagaimana akhir kisah persahabatan Anggun, Anton dan Mila? Inilah sajian apik berupa sekerat persahabatan, dalam secangkir cinta.  Segurih serabi, selegit coffe latte, meninggalkan kesan menggigit. Demikian racikan kata khas gaya pengagum berat lagu-lagu Iwan Fals ini.
***
Kafe Serabi merupakan buku tunggal ke-dua karya mahasiswa Jurusan Sistem Komputer Unsera-Banten yang sedang menyusun skripsi ini. Setelah buku perdananya sukses lebih dahulu, berupa kumpulan cerpen bertajuk “Air Mata Sang Garuda”. Ade Ubaidil, pemuda enerjik ini berhasil mengangkat tema cinta dan persahabatan dengan apik dan menarik. Novel yang berisi 15 bagian ini mampu mengajak pembacanya larut dalam setiap kisahnya dengan dibumbui koflik-konflik yang cukup logis. Pembaca ikut larut dalam manis, asin, pahit dan masamnya adegan di tiap alurnya. Satu hal yang unik dalam buku sajian penulis berkacamata minus ini adalah penggunaan Bahasa Daerah Banten (Bebasan Banten) dalam nama-nama bab. Mulai dari Sios (bab satu) hingga Limelas (lima belas).
Persahabatan dan konflik cinta ibarat bumbu wajib bagi kehidupan setiap remaja. Hingga terkadang dibutuhkan sedikit keegoisan dalam menjalin sebuah hubungan. []


Cianjur, 10 Januari 2016

Minggu, 31 Januari 2016

[RESENSI] SENYUM GADIS BELL'S PALSY

MERAJUT SENYUM DALAM GELOMBANG KEHIDUPAN

Oleh: Dedi Saeful Anwar


Judul Buku                : Senyum Gadis Bell’s Palsy
Kategori                     : Novel
Penulis                        : Aliya Nurlela
Penerbit                      : FAM Publishing
ISBN                           : 978-602-335-089-6
Tahun Terbit             : Cetakan Pertama, November 2015
Tebal                          : 303 Halaman; 14x20 cm


Siapa yang tidak bahagia hidup lengkap besama kedua orangtua? Hidup tentu akan menjadi lebih indah dan tidak akan banyak menemui kesulitan. Bisa dibayangkan bahwa kita bisa bermanja dan berkeluh kesah di pangkuan Ibu tercinta atau bercanda riang di pundak kekar seorang ayah yang tersayang. Perjuangan hidup pun tentu seyogyanya akan menjadi lebih ringan dan mulus.
Tetapi manakala kedua orang tua kita sudah tiada sementara perjuangan hidup masih panjang tentu bukan perkara mudah dan sepele. Berjuang untuk hidup tanpa kedua orang tua bila menimpa kepada anak muda yang tidak memiliki dasar agama tentu akan menjadi lain persoalannya. Alih-alaih mau meraih mimpi dan pelangi hidup, justru tidak menutup kemungkinan malah akan berujung pada hal-hal yang menjerumuskan pada lubang kenistaan.
Tidak demikian dengan dua kakak- beradik---Delima dan Fariz. Sang kakak begitu telaten menjaga adik semata wayangnya. Dia bekerja keras demi menghidupi dirinya sendiri dan adiknya. Hingga memasuki usia 25 tahun Faris masih belum menikah demi membiayai adik semata wayangnya yang menimba ilmu di bangku kuliah. Secara tidak langsung sang kakak tersebut telah menjadi ayah sekaligus ibu bagi Delima.
Live is never flat begitu sebuah ungkapan pupuler. Bahwa hidup itu penuh dengan ujian dan gelombang. Demikian pula dengan kehidupan yang menimpa gadis manis yang gemar membaca ini. Kegemarannya ini pun tak jarang sering menjadi pemicu pertengkaran kecil dengan kekasihnya, Bagas.
Ujian demi ujian menimpa kehidupan wanita periang ini. tiba-tiba ia mendapat ujian dengan sebuah penyakit aneh. Penyakit yang membuatnya sulit untuk tersenyum. Sebuah penyaki aneh yang menurut dunia pengobatan termasuk penyakit yang sulit diobati, yaitu bell’s palsy (kelumpuhan separuh syaraf wajah).
Siapa yang tidak akan bersedih jika ditimpa sebuah penyakit? Apalagi itu penyakit aneh dan sulit pengobatannya. Inilah ujian terberat yang diberikan Sangmaha Kuasa pada kehidupan Delima.
Kesedihan berikutnya saat Bagas dengan terang-terangan memutuskan Delima di hadapan teman-teman kuliahnya. Walau seiring berjalannya waktu gadis tersebut mampu menerima kenyataan ditinggalkan orang yang ia cintai.
Dalam perjuangan mencari pengobatan pun Delima mendapat rintangan dari  kakaknya ketika ia pergi ke seorang dukun atau “orang-pintar” demi kesembuhannya. Hal itu memicu perbedaan faham dengan kakaknya yang taat dalam menjalankan syariat agama Islam.
Dalam kegelisahan dan keputusasaan, Delima akhirnya lebih banyak mengurung diri. Namun ia seperti mendapat tempat untuk menyalurkan hobinya dalam menulis. Di saat-saat kesendiriannya tersebut dia banyak menulis berbagai tulisan dan mengirimkannya ke berbagai media yang memuat  karya-karya tulisannya
Hingga dia bertemu seseorang yang kembali menumbuhkan benih-benih cinta, Ziyad Amru. Seorang fotografer dari Ibu Kota. Tetapi ternyata perjalanan cinta Delima kembali tidak berjalan mulus. Dalam ketidakberdayaan cinta mereka tidak mampu terungkapkan secara lisan dan sempat terjadi konflik yang memisahkan keduanya. Hingga di saat keduanya mengetahui bahwa di antara mereka saling menyintai. Ziyad harus berpulang menghadap Yang Maha Kuasa akibat sebuah kecelakaan.
Akankah Delima menemukan kembali senyumnya yang hilang? Akankah tabir kehidupan yang selalu berselimut kabut penderitaan segera tersingkap? Akankah Delima kembali dapat merajut senyum dalam setiap riak dan gelombang kehidupannya? Membaca novel ke-dua karya Aliya Nurlela ini benar-benar menguras emosi dan mengaduk perasaan setiap yang membaca.
Novel dengan disain kover yang menarik ini pantas dan layak diapresiasi setelah kesuksesan novel yang pertama “Lukisan Cahaya di Batas Kota Galuh (LCBKG)”. Buku ini kembali mampu membuka pikiran dan mata hati para pembaca setia dari karya-karyanya akan setiap peristiwa hidup dan kehidupan. Sekalipun ini bukan kisah nyata, namun karena penyakit Bell’s Palsy yang pernah menyerang penulis asal kota Galuh, Ciamis ini mampu menghadirkan setiap plot dan alur di dalamnya benar-benar hidup dan mengajak pembaca larut ke setiap lembar kisahnya.
Sebuah perenungan yang dalam atas musibah (penyakit) yang ditimpakan oleh Allah SWT. Rangkaian kisahnya berhasil membuka mata dan pikiran penikmat karya sastra. Buku ini mengajak kita untuk selalu bermuhasabah dalam setiap ujian-Nya. Di balik musibah tentu ada hikmah. []


Cianjur, 2 November  2015


Sabtu, 30 Januari 2016

[RESENSI] NOVEL LCBKG, METAMORFOSA SEORANG GADIS DESA


METAMORFOSA SEORANG GADIS DESA
Oleh: Dedi Saeful Anwar

Judul                            : Lukisan Cahaya di Batas Kota Galuh (LCBKG)
Kategori                       : Novel
Penulis                         : Aliya Nurlela
Penerbit                       : FAM Publishing
ISBN                           : 978-602-7956-53-7
Tahun Terbit               : Cetakan Pertama, Maret 2014
Tebal                           : 505 halaman; 13x21 cm


Sebuah novel merupakan suatu bentuk karya sastra yang menjadi salah satu buruan, baik itu oleh para penikmat sastra maupun pencinta buku. Tidak sedikit novel terbitan dari dalam maupun dari luar negeri yang mampu menciptakan fanatisme penggemarnya. Bahkan mampu memengaruhi serta mewarnai kehidupan di lingkungan atau masyarakat luas.
Sebut saja novel dari luar negeri, seperti novel “Harry Potter”, karya JK. Rowling. Atau novel dari dalam negeri yang tak kalah membuat ramai dunia sastra seperti “Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata. Kedua novel tersebut hanya sedikit contoh dari sekian banyak karya sastra yang memiliki karakter kuat dan  sangat digilai oleh para penggemarnya. Hingga keduanya kemudian diangkat menjadi film layar lebar yang meraup kesuksesan dan keuntungan yang luar biasa.
Maka tak heran, kini banyak penulis karya sastra yang berusaha terus menghadirkan suguhan berupa karya menarik dan tentu saja menginspirasi banyak orang.
Demikian pula dengan buku ini. Novel “Lukisan Cahaya di Batas Kota Galuh”, yang selanjutkan disingkat “LCBKG”. Novel yang kental sekali dengan latar belakang salah satu kota di Tatar Parahyangan, Ciamis. Ini merupakan sebuah novel yang mampu menghadirkan sesuatu yang menarik untuk disimak oleh para pembacanya. Sebuah novel yang patut mendapat apresiasi dari semua kalangan pencinta buku, khususnya penikmat karya sastra yang apik.
***
Tersebutlah Amila. Seorang gadis belia yang memiliki sifat-sifat lemah. Rapuh, cengeng, penakut, dan minder bahkan cenderung manja. Sebuah gambaran umum yang menjadi ciri seorang wanita. Namun perjalanan hidup yang tidak singkat telah mengubah berbagai karakter/sifat yang berindikasi lemah dan tak berdaya itu menjadi sebuah karakter kuat serta penuh pecaya diri.
Bagi seorang gadis desa perjalan hidup tak ubahnya ibarat sebuah kepompong. Hidup yang penuh liku dan tantangan menjadikan Amila---seorang gadis desa yang sangat lugu--- berubah menjadikan sesosok wanita yang taat beragama dan penuh prestasi serta mengagumkan banyak orang.
Terlahir dari keluarga pendidik, Amila kecil bisa dikatakan sangat beruntung di banding dengan anak-anak seusianya kala itu. Walau hidup di sebuah pedalaman kampung Cilimus, Desa Indragiri, Ciamis, namun dia tidak kekurangan sumber bacaan yang dijadikannya sebagai teman sehari-hari.
Pertemanannya dengan berbagai buku dan sumber bacaan, membuat gadis berambut panjang tersebut memiliki hobi menulis. Segala apa yang dirasakan dan dipikirkannya akan dia tulis dalam buku hariannya. Dia mulai menyukai tempat-tempat yang mendatangkan inpirasinya. Dialah alam yang berada di sekeliling kampung di mana ia tinggal.
Ia menjadikan air, udara, pepohonan dan lingkungan sekitarnya sebagai teman setianya di kala bermain. Suasana desa yang damai menjadi tempat untuk mencurahkan segala apa yang ada dalam pikirannya.
Masa kecil hingga masa remajanya menjadikan Amila sebagai sosok perempuan yang selalu bersyukur. Hingga dia memutuskan untuk berhijab ketika bersekolah di sebuah SMA. Masa di mana para gadis ingin menunjukkan jadi dirinya, sedangkan Amila justru malah meninggalkan masa yang menyenangkan itu. Dia tumbuh menjadi gadis yang berhijab. Hingga perubahan demi perubahan dalam hidupnya terus berlanjut.
Lika-liku perjalanan hidupnya yang penuh kejutan dan tak bisa diduga, semenjak ia masuk sekolah di usia yang belum genap berusia lima tahun hingga menyelesaikan studinya di bangku kuliah, hingga petualangannya mengejar karir dalam berkesenian, dan penculikan serta penyekapan oleh orang-orang yang ingin memanfaatkan situasi, telah menjadikan Amila sebagai seorang gadis yang berubah drastis dan realistis dalam menyikapi hidup.
Dia yakin bahwa Allah SWT sudah menyiapkan skenario terbaik bagi jalan hidup hamba-Nya. Karakter kuat ini terlihat nyata saat dia mendapat perlakuan keji dari seorang pemuda kampung yang memiliki dendam setelah cintanya ditolak Amila. Gadis penurut itu tak mau menceritakan penderitaannya kepada siapapun termasuk orang tuanya sendiri. Hingga sebuah doanya membuat pemuda itu berubah pikiran 180 derajat dengan meminta maaf atas perlakuannya yang jahat kepada Amila.
Kemudian sikap berserah diri Amila pada Sang Mahapengatur, manakala ia harus memilih pendamping hidup bersama pemuda yang sebelumnya tidak dia kenal ataupun ia cintai.
***
Novel yang berhasil mengaduk-aduk perasaan pembacanya ini, mengisahkan berbagai sisi kehidupan seorang wanita. Seorang yang mencari kehormatan sebagai seorang wanita seutuhnya. Dibalut dengan setting tatar Sunda  yang kental, Sang penulis---Aliya Nurlela, berhasil menyuguhkan karya sastra yang santun dan apik. Melalui deskripsi yang manis dan lugas, hal ini semakin menguatkan pencitraan dan karakter yang kuat dalam buku ini.
Sebuah buku yang patut mendapat apresiasi dari kalangan pencinta sastra di negeri ini. Buku yang sarat pesan moral ini, sangat inspiratif dan tentu saja cocok untuk dibaca semua kalangan, terutama para pelajar, guru, dan khalayak umum lainnya. Setiap buku tentu memiliki ciri khas tersendiri. Mulai dari latar belakang penulisnya, selama proses kreatif hingga berujung pada lahirnya karya itu sendiri. Termasuk karya tulis sastra yang berjenis novel ini.
Lukisan Cahaya di Batas Kota Galuh adalah satu di antara buku yang memiliki kekhasan tersendiri itu. Sangat recomended untuk pencinta sastra! []

Cianjur, 13 Oktober  2015


[RESENSI] BANGGA JADI PEREMPUAN, MEMAHAMI SISI LAIN SOSOK PEREMPUAN



MEMAHAMI SISI LAIN SOSOK PEREMPUAN

Oleh: Dedi Saeful Anwar



Judul Buku                : Bangga Jadi Perempuan
Kategori                     : Motivasi Islami
Penulis                        : Yusrina Sri
Penerbit                      : PT. Elex Media Computindo
ISBN                           : 978-602-02-5744-0
Tahun Terbit             : Cetakan Pertama, 2015
Tebal                           : 96 Halaman



Di antara banyak buku, buku motivasi islami saat ini terus bermunculan dan kerap menghiasi khasanah perbukuan di negeri ini. Tidak hanya pembacanya yang antusias, namun penulisnya pun terus bermunculan dari generasi muda. Salah satunya adalah buku ini yang ditulis oleh seorang penulis muda yang sangat produktif dari Sumatera Barat, Yusrina Sri.
Buku yang terdiri dari tiga bagian, terdiri dari dari tiga episode, menyajikan berbagai kisah inspiratif dan menggugah serta menerbitkan perenungan mendalam dari setiap peristiwa dan kisah yang dialami para perempuan tangguh.
Penulis yang masih menimba ilmu di IAIN Imam Bonjol Padang ini mampu meracik diksi menjadi kalimat-kalimat sejuk yang menghadirkan pencerahan. Ibarat air mengalir, Yi---demikian panggilan akrabnya, menuliskan berbagai hikmah dari setiap kejadian yang menimpa beberapa perempuan yang dia temui secara nyata maupun dari berbagai kisah dalam buku.
Mulai dari teman saat dia bersekolah di MAN, teman sekampus hingga tetangganya sendiri yang  tidak jauh dari lingkungannya tinggal. Yi, sangat tajam mengasah pisau empati terhadap sesama perempuan.
Namun tidak hanya kisah dan pengalaman nyata yang dia lihat sendiri, Yi juga mampu mengangkat berbagai kisah ayng terulis dalam berbagai buku yang dia baca. Kisah-kisah heroik dan  tangguh para perempuan mulai dari istri Rasul hinggga kisah para wanita pejuang Islam terdahulu.
***
Dalam bagian pertama atau episode #1 Yi mengangkat tema perempuan-perempuan yang sabar. Dalam bagian ini penulis yang juga sudah menerbitkan buku kumpulan puisi, begitu lugas dengan pemaparannya dalam mengajak kaum perempuan dalam hal bagaimana cara membunuh keluh dan kesah, menuturkan bahasa perempuan, berbaik sangka kepada Tuhan-Nya, dan bagaimana cara untuk mendekatkan jodoh. Hingga Tuhan pun membela para perempuan yang ditimpa rezeki yang bernama sabar tersebut.
Menurutnya bahwa agar tidak berkeluh kesah kita dituntun agar bisa mengganti energi negatif yang dihasilkan keluhan dengan energi positif yang dihasilkan kata-kata yang positif pula, karena tanpa disadari kata-kata positif itu akan menghasilkan gelombang energi positif dan menghapus segala kekuatan engatif yang terpendam dalam tubuh (hal 11). Menangis bukan pertanda kufur atas nikmat Tuhan atau mengumpat atas cobaan dan kesulitan. Bagi perempuan airmata adalah bahasa (hal. 15).
Berbaik sangkalah pada Tuhan, karena Tuhan punya ketentuan sekalipun kita punya bayak pilihan dan keinginan. Dari pada kufur lebih baik bersyukur atas segala nikmat atas pemberian-Nya. Dalam hal mendapatkan jodoh, penulis mengajak kaumnya untuk selalu memperbaiki diri agar jodoh semakin didekatkan oleh Tuhan. Jika pun sudah dekat terus memperbaiki diri agar jodoh tersebut segera dihalalkan dalam pernikahan. Sebuah motivasi luar biasa menurut saya untuk pemikiran seorang wanita sebelia penulis.
Tuhan tidak akan keliru. Perempuan haruslah memilih bersabar dalam meyakini segala ketentuan-Nya. Baik bersabar dalam keadaan sakit atau sehat, sempit atau lapang, selagi muda atau tua, saat kekurangan maupun berkecukupan (hal. 30).
***
Sementara itu dalam episode #2, Yi mengangkat tema perempuan-perempuan yang gigih. Agar hidup menjadi mudah berusahalah akan hal-hal yang baik, mencari nafkah yang halal agar hasilnya berkah dan usaha tersebut membawah rahmah. Hellen Keller adalah pengacara ternama dunia dan mendapat gelar kehormatan dari presiden meskipun ia buta, tuli dan bisu.
Lalu, seorang wanita yang terpisah dari suaminya namun tetap memelihara cinta pada suaminya tersebut meski terpisah jarak dan waktu. Hingga saat dipertemukan kembali sang suami mengembuskan napas terakhirnya cinta sang istri tak pernah lekang. Agar cinta kekal, utuh dan kukuh maka, letakkanlah cinta pada wadah yang disediakan Tuhan, atas namakan cinta karena Tuhan, tanamlah ia dengan izin-Nya, tumbukan dengan mengazaskan tuhan dan binalah cinta dengan ajaran Tuhan (hal. 61-62).
Kemudian agar tidak ada dosa seseorang yang ditimpakan kepada orang lain atau menanggung akibat dari kesalahan orang lain berusahalah agar bersikap bijak dan saling mengingatkan dalam kebaikan serta senantiasa berprasangka baik dalam segala hal. Lantas bagaimana jika menemukan perempuan yang bekerja bahkan penghasilannya melebih yang didapat sang suami?
“Saya hanya menunaikan mana yang menjadi kewajiban saya, walau suami tidak bekerja, tidak berpenghasilan tetap, namun menyediakan kebutuhan suami baik pakaian, makanan dan sebagainya tetap menjadi kewajiban istri. Tidak peduli apakah ia bekerja atau tidak. Ia tetaplah seorang suami. Tidak peduli saya bekerja dan berpenghasilan, saya tetaplah seorang istri.” Demikian penuturan seorang wanita yang dikisahkan dalam buku ini.
***
Sedangkan pada bagian akhir tulisan atau episode #3, Yi mengangkat tema perempuan-perempuan yang bahagia. Siapa menanam, tentu dia pula yang akan menuai. Demikian sebuah pepatah lama. Bila sikap kita baik dan memuliakan orang lain, tentulah kebaikan dan kemuliaan pula yang akan kita dapatkan. Demikian inti dari bagian “Mulia Ketika Hidup, Mulia Ketika Mati”. Terakhir penulis menutup dengan kalimat yang teramat bijak. Mari berbangga menjadi perempuan, karena kita menjadi sekolah pertama bagi anak-anak kita yang akan mencetak mereka menjadi generasi penerus bangsa dan agama. Berbanggalah karena kita begitu diistimewakan Tuhan!


Cianjur, 12 Januari 2016