BEDAH BUKU SENYUM NOLINA

BEDAH BUKU SENYUM NOLINA
KUMPULAN CERPEN "SENYUM NOLINA" karya Dedi Saeful Anwar ini sudah bisa dipesan. Harga Rp38.000 (belum ongkir). [Info pemesanan dan penerbitan di FAM Publishing hubungi Call Centre 0812 5982 1511, atau via email forumaktifmenulis@yahoo.com, dan kunjungi web kami di www.famindonesia.com]

Minggu, 31 Januari 2016

[RESENSI] SENYUM GADIS BELL'S PALSY

MERAJUT SENYUM DALAM GELOMBANG KEHIDUPAN

Oleh: Dedi Saeful Anwar


Judul Buku                : Senyum Gadis Bell’s Palsy
Kategori                     : Novel
Penulis                        : Aliya Nurlela
Penerbit                      : FAM Publishing
ISBN                           : 978-602-335-089-6
Tahun Terbit             : Cetakan Pertama, November 2015
Tebal                          : 303 Halaman; 14x20 cm


Siapa yang tidak bahagia hidup lengkap besama kedua orangtua? Hidup tentu akan menjadi lebih indah dan tidak akan banyak menemui kesulitan. Bisa dibayangkan bahwa kita bisa bermanja dan berkeluh kesah di pangkuan Ibu tercinta atau bercanda riang di pundak kekar seorang ayah yang tersayang. Perjuangan hidup pun tentu seyogyanya akan menjadi lebih ringan dan mulus.
Tetapi manakala kedua orang tua kita sudah tiada sementara perjuangan hidup masih panjang tentu bukan perkara mudah dan sepele. Berjuang untuk hidup tanpa kedua orang tua bila menimpa kepada anak muda yang tidak memiliki dasar agama tentu akan menjadi lain persoalannya. Alih-alaih mau meraih mimpi dan pelangi hidup, justru tidak menutup kemungkinan malah akan berujung pada hal-hal yang menjerumuskan pada lubang kenistaan.
Tidak demikian dengan dua kakak- beradik---Delima dan Fariz. Sang kakak begitu telaten menjaga adik semata wayangnya. Dia bekerja keras demi menghidupi dirinya sendiri dan adiknya. Hingga memasuki usia 25 tahun Faris masih belum menikah demi membiayai adik semata wayangnya yang menimba ilmu di bangku kuliah. Secara tidak langsung sang kakak tersebut telah menjadi ayah sekaligus ibu bagi Delima.
Live is never flat begitu sebuah ungkapan pupuler. Bahwa hidup itu penuh dengan ujian dan gelombang. Demikian pula dengan kehidupan yang menimpa gadis manis yang gemar membaca ini. Kegemarannya ini pun tak jarang sering menjadi pemicu pertengkaran kecil dengan kekasihnya, Bagas.
Ujian demi ujian menimpa kehidupan wanita periang ini. tiba-tiba ia mendapat ujian dengan sebuah penyakit aneh. Penyakit yang membuatnya sulit untuk tersenyum. Sebuah penyaki aneh yang menurut dunia pengobatan termasuk penyakit yang sulit diobati, yaitu bell’s palsy (kelumpuhan separuh syaraf wajah).
Siapa yang tidak akan bersedih jika ditimpa sebuah penyakit? Apalagi itu penyakit aneh dan sulit pengobatannya. Inilah ujian terberat yang diberikan Sangmaha Kuasa pada kehidupan Delima.
Kesedihan berikutnya saat Bagas dengan terang-terangan memutuskan Delima di hadapan teman-teman kuliahnya. Walau seiring berjalannya waktu gadis tersebut mampu menerima kenyataan ditinggalkan orang yang ia cintai.
Dalam perjuangan mencari pengobatan pun Delima mendapat rintangan dari  kakaknya ketika ia pergi ke seorang dukun atau “orang-pintar” demi kesembuhannya. Hal itu memicu perbedaan faham dengan kakaknya yang taat dalam menjalankan syariat agama Islam.
Dalam kegelisahan dan keputusasaan, Delima akhirnya lebih banyak mengurung diri. Namun ia seperti mendapat tempat untuk menyalurkan hobinya dalam menulis. Di saat-saat kesendiriannya tersebut dia banyak menulis berbagai tulisan dan mengirimkannya ke berbagai media yang memuat  karya-karya tulisannya
Hingga dia bertemu seseorang yang kembali menumbuhkan benih-benih cinta, Ziyad Amru. Seorang fotografer dari Ibu Kota. Tetapi ternyata perjalanan cinta Delima kembali tidak berjalan mulus. Dalam ketidakberdayaan cinta mereka tidak mampu terungkapkan secara lisan dan sempat terjadi konflik yang memisahkan keduanya. Hingga di saat keduanya mengetahui bahwa di antara mereka saling menyintai. Ziyad harus berpulang menghadap Yang Maha Kuasa akibat sebuah kecelakaan.
Akankah Delima menemukan kembali senyumnya yang hilang? Akankah tabir kehidupan yang selalu berselimut kabut penderitaan segera tersingkap? Akankah Delima kembali dapat merajut senyum dalam setiap riak dan gelombang kehidupannya? Membaca novel ke-dua karya Aliya Nurlela ini benar-benar menguras emosi dan mengaduk perasaan setiap yang membaca.
Novel dengan disain kover yang menarik ini pantas dan layak diapresiasi setelah kesuksesan novel yang pertama “Lukisan Cahaya di Batas Kota Galuh (LCBKG)”. Buku ini kembali mampu membuka pikiran dan mata hati para pembaca setia dari karya-karyanya akan setiap peristiwa hidup dan kehidupan. Sekalipun ini bukan kisah nyata, namun karena penyakit Bell’s Palsy yang pernah menyerang penulis asal kota Galuh, Ciamis ini mampu menghadirkan setiap plot dan alur di dalamnya benar-benar hidup dan mengajak pembaca larut ke setiap lembar kisahnya.
Sebuah perenungan yang dalam atas musibah (penyakit) yang ditimpakan oleh Allah SWT. Rangkaian kisahnya berhasil membuka mata dan pikiran penikmat karya sastra. Buku ini mengajak kita untuk selalu bermuhasabah dalam setiap ujian-Nya. Di balik musibah tentu ada hikmah. []


Cianjur, 2 November  2015


Sabtu, 30 Januari 2016

[RESENSI] NOVEL LCBKG, METAMORFOSA SEORANG GADIS DESA


METAMORFOSA SEORANG GADIS DESA
Oleh: Dedi Saeful Anwar

Judul                            : Lukisan Cahaya di Batas Kota Galuh (LCBKG)
Kategori                       : Novel
Penulis                         : Aliya Nurlela
Penerbit                       : FAM Publishing
ISBN                           : 978-602-7956-53-7
Tahun Terbit               : Cetakan Pertama, Maret 2014
Tebal                           : 505 halaman; 13x21 cm


Sebuah novel merupakan suatu bentuk karya sastra yang menjadi salah satu buruan, baik itu oleh para penikmat sastra maupun pencinta buku. Tidak sedikit novel terbitan dari dalam maupun dari luar negeri yang mampu menciptakan fanatisme penggemarnya. Bahkan mampu memengaruhi serta mewarnai kehidupan di lingkungan atau masyarakat luas.
Sebut saja novel dari luar negeri, seperti novel “Harry Potter”, karya JK. Rowling. Atau novel dari dalam negeri yang tak kalah membuat ramai dunia sastra seperti “Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata. Kedua novel tersebut hanya sedikit contoh dari sekian banyak karya sastra yang memiliki karakter kuat dan  sangat digilai oleh para penggemarnya. Hingga keduanya kemudian diangkat menjadi film layar lebar yang meraup kesuksesan dan keuntungan yang luar biasa.
Maka tak heran, kini banyak penulis karya sastra yang berusaha terus menghadirkan suguhan berupa karya menarik dan tentu saja menginspirasi banyak orang.
Demikian pula dengan buku ini. Novel “Lukisan Cahaya di Batas Kota Galuh”, yang selanjutkan disingkat “LCBKG”. Novel yang kental sekali dengan latar belakang salah satu kota di Tatar Parahyangan, Ciamis. Ini merupakan sebuah novel yang mampu menghadirkan sesuatu yang menarik untuk disimak oleh para pembacanya. Sebuah novel yang patut mendapat apresiasi dari semua kalangan pencinta buku, khususnya penikmat karya sastra yang apik.
***
Tersebutlah Amila. Seorang gadis belia yang memiliki sifat-sifat lemah. Rapuh, cengeng, penakut, dan minder bahkan cenderung manja. Sebuah gambaran umum yang menjadi ciri seorang wanita. Namun perjalanan hidup yang tidak singkat telah mengubah berbagai karakter/sifat yang berindikasi lemah dan tak berdaya itu menjadi sebuah karakter kuat serta penuh pecaya diri.
Bagi seorang gadis desa perjalan hidup tak ubahnya ibarat sebuah kepompong. Hidup yang penuh liku dan tantangan menjadikan Amila---seorang gadis desa yang sangat lugu--- berubah menjadikan sesosok wanita yang taat beragama dan penuh prestasi serta mengagumkan banyak orang.
Terlahir dari keluarga pendidik, Amila kecil bisa dikatakan sangat beruntung di banding dengan anak-anak seusianya kala itu. Walau hidup di sebuah pedalaman kampung Cilimus, Desa Indragiri, Ciamis, namun dia tidak kekurangan sumber bacaan yang dijadikannya sebagai teman sehari-hari.
Pertemanannya dengan berbagai buku dan sumber bacaan, membuat gadis berambut panjang tersebut memiliki hobi menulis. Segala apa yang dirasakan dan dipikirkannya akan dia tulis dalam buku hariannya. Dia mulai menyukai tempat-tempat yang mendatangkan inpirasinya. Dialah alam yang berada di sekeliling kampung di mana ia tinggal.
Ia menjadikan air, udara, pepohonan dan lingkungan sekitarnya sebagai teman setianya di kala bermain. Suasana desa yang damai menjadi tempat untuk mencurahkan segala apa yang ada dalam pikirannya.
Masa kecil hingga masa remajanya menjadikan Amila sebagai sosok perempuan yang selalu bersyukur. Hingga dia memutuskan untuk berhijab ketika bersekolah di sebuah SMA. Masa di mana para gadis ingin menunjukkan jadi dirinya, sedangkan Amila justru malah meninggalkan masa yang menyenangkan itu. Dia tumbuh menjadi gadis yang berhijab. Hingga perubahan demi perubahan dalam hidupnya terus berlanjut.
Lika-liku perjalanan hidupnya yang penuh kejutan dan tak bisa diduga, semenjak ia masuk sekolah di usia yang belum genap berusia lima tahun hingga menyelesaikan studinya di bangku kuliah, hingga petualangannya mengejar karir dalam berkesenian, dan penculikan serta penyekapan oleh orang-orang yang ingin memanfaatkan situasi, telah menjadikan Amila sebagai seorang gadis yang berubah drastis dan realistis dalam menyikapi hidup.
Dia yakin bahwa Allah SWT sudah menyiapkan skenario terbaik bagi jalan hidup hamba-Nya. Karakter kuat ini terlihat nyata saat dia mendapat perlakuan keji dari seorang pemuda kampung yang memiliki dendam setelah cintanya ditolak Amila. Gadis penurut itu tak mau menceritakan penderitaannya kepada siapapun termasuk orang tuanya sendiri. Hingga sebuah doanya membuat pemuda itu berubah pikiran 180 derajat dengan meminta maaf atas perlakuannya yang jahat kepada Amila.
Kemudian sikap berserah diri Amila pada Sang Mahapengatur, manakala ia harus memilih pendamping hidup bersama pemuda yang sebelumnya tidak dia kenal ataupun ia cintai.
***
Novel yang berhasil mengaduk-aduk perasaan pembacanya ini, mengisahkan berbagai sisi kehidupan seorang wanita. Seorang yang mencari kehormatan sebagai seorang wanita seutuhnya. Dibalut dengan setting tatar Sunda  yang kental, Sang penulis---Aliya Nurlela, berhasil menyuguhkan karya sastra yang santun dan apik. Melalui deskripsi yang manis dan lugas, hal ini semakin menguatkan pencitraan dan karakter yang kuat dalam buku ini.
Sebuah buku yang patut mendapat apresiasi dari kalangan pencinta sastra di negeri ini. Buku yang sarat pesan moral ini, sangat inspiratif dan tentu saja cocok untuk dibaca semua kalangan, terutama para pelajar, guru, dan khalayak umum lainnya. Setiap buku tentu memiliki ciri khas tersendiri. Mulai dari latar belakang penulisnya, selama proses kreatif hingga berujung pada lahirnya karya itu sendiri. Termasuk karya tulis sastra yang berjenis novel ini.
Lukisan Cahaya di Batas Kota Galuh adalah satu di antara buku yang memiliki kekhasan tersendiri itu. Sangat recomended untuk pencinta sastra! []

Cianjur, 13 Oktober  2015


[RESENSI] BANGGA JADI PEREMPUAN, MEMAHAMI SISI LAIN SOSOK PEREMPUAN



MEMAHAMI SISI LAIN SOSOK PEREMPUAN

Oleh: Dedi Saeful Anwar



Judul Buku                : Bangga Jadi Perempuan
Kategori                     : Motivasi Islami
Penulis                        : Yusrina Sri
Penerbit                      : PT. Elex Media Computindo
ISBN                           : 978-602-02-5744-0
Tahun Terbit             : Cetakan Pertama, 2015
Tebal                           : 96 Halaman



Di antara banyak buku, buku motivasi islami saat ini terus bermunculan dan kerap menghiasi khasanah perbukuan di negeri ini. Tidak hanya pembacanya yang antusias, namun penulisnya pun terus bermunculan dari generasi muda. Salah satunya adalah buku ini yang ditulis oleh seorang penulis muda yang sangat produktif dari Sumatera Barat, Yusrina Sri.
Buku yang terdiri dari tiga bagian, terdiri dari dari tiga episode, menyajikan berbagai kisah inspiratif dan menggugah serta menerbitkan perenungan mendalam dari setiap peristiwa dan kisah yang dialami para perempuan tangguh.
Penulis yang masih menimba ilmu di IAIN Imam Bonjol Padang ini mampu meracik diksi menjadi kalimat-kalimat sejuk yang menghadirkan pencerahan. Ibarat air mengalir, Yi---demikian panggilan akrabnya, menuliskan berbagai hikmah dari setiap kejadian yang menimpa beberapa perempuan yang dia temui secara nyata maupun dari berbagai kisah dalam buku.
Mulai dari teman saat dia bersekolah di MAN, teman sekampus hingga tetangganya sendiri yang  tidak jauh dari lingkungannya tinggal. Yi, sangat tajam mengasah pisau empati terhadap sesama perempuan.
Namun tidak hanya kisah dan pengalaman nyata yang dia lihat sendiri, Yi juga mampu mengangkat berbagai kisah ayng terulis dalam berbagai buku yang dia baca. Kisah-kisah heroik dan  tangguh para perempuan mulai dari istri Rasul hinggga kisah para wanita pejuang Islam terdahulu.
***
Dalam bagian pertama atau episode #1 Yi mengangkat tema perempuan-perempuan yang sabar. Dalam bagian ini penulis yang juga sudah menerbitkan buku kumpulan puisi, begitu lugas dengan pemaparannya dalam mengajak kaum perempuan dalam hal bagaimana cara membunuh keluh dan kesah, menuturkan bahasa perempuan, berbaik sangka kepada Tuhan-Nya, dan bagaimana cara untuk mendekatkan jodoh. Hingga Tuhan pun membela para perempuan yang ditimpa rezeki yang bernama sabar tersebut.
Menurutnya bahwa agar tidak berkeluh kesah kita dituntun agar bisa mengganti energi negatif yang dihasilkan keluhan dengan energi positif yang dihasilkan kata-kata yang positif pula, karena tanpa disadari kata-kata positif itu akan menghasilkan gelombang energi positif dan menghapus segala kekuatan engatif yang terpendam dalam tubuh (hal 11). Menangis bukan pertanda kufur atas nikmat Tuhan atau mengumpat atas cobaan dan kesulitan. Bagi perempuan airmata adalah bahasa (hal. 15).
Berbaik sangkalah pada Tuhan, karena Tuhan punya ketentuan sekalipun kita punya bayak pilihan dan keinginan. Dari pada kufur lebih baik bersyukur atas segala nikmat atas pemberian-Nya. Dalam hal mendapatkan jodoh, penulis mengajak kaumnya untuk selalu memperbaiki diri agar jodoh semakin didekatkan oleh Tuhan. Jika pun sudah dekat terus memperbaiki diri agar jodoh tersebut segera dihalalkan dalam pernikahan. Sebuah motivasi luar biasa menurut saya untuk pemikiran seorang wanita sebelia penulis.
Tuhan tidak akan keliru. Perempuan haruslah memilih bersabar dalam meyakini segala ketentuan-Nya. Baik bersabar dalam keadaan sakit atau sehat, sempit atau lapang, selagi muda atau tua, saat kekurangan maupun berkecukupan (hal. 30).
***
Sementara itu dalam episode #2, Yi mengangkat tema perempuan-perempuan yang gigih. Agar hidup menjadi mudah berusahalah akan hal-hal yang baik, mencari nafkah yang halal agar hasilnya berkah dan usaha tersebut membawah rahmah. Hellen Keller adalah pengacara ternama dunia dan mendapat gelar kehormatan dari presiden meskipun ia buta, tuli dan bisu.
Lalu, seorang wanita yang terpisah dari suaminya namun tetap memelihara cinta pada suaminya tersebut meski terpisah jarak dan waktu. Hingga saat dipertemukan kembali sang suami mengembuskan napas terakhirnya cinta sang istri tak pernah lekang. Agar cinta kekal, utuh dan kukuh maka, letakkanlah cinta pada wadah yang disediakan Tuhan, atas namakan cinta karena Tuhan, tanamlah ia dengan izin-Nya, tumbukan dengan mengazaskan tuhan dan binalah cinta dengan ajaran Tuhan (hal. 61-62).
Kemudian agar tidak ada dosa seseorang yang ditimpakan kepada orang lain atau menanggung akibat dari kesalahan orang lain berusahalah agar bersikap bijak dan saling mengingatkan dalam kebaikan serta senantiasa berprasangka baik dalam segala hal. Lantas bagaimana jika menemukan perempuan yang bekerja bahkan penghasilannya melebih yang didapat sang suami?
“Saya hanya menunaikan mana yang menjadi kewajiban saya, walau suami tidak bekerja, tidak berpenghasilan tetap, namun menyediakan kebutuhan suami baik pakaian, makanan dan sebagainya tetap menjadi kewajiban istri. Tidak peduli apakah ia bekerja atau tidak. Ia tetaplah seorang suami. Tidak peduli saya bekerja dan berpenghasilan, saya tetaplah seorang istri.” Demikian penuturan seorang wanita yang dikisahkan dalam buku ini.
***
Sedangkan pada bagian akhir tulisan atau episode #3, Yi mengangkat tema perempuan-perempuan yang bahagia. Siapa menanam, tentu dia pula yang akan menuai. Demikian sebuah pepatah lama. Bila sikap kita baik dan memuliakan orang lain, tentulah kebaikan dan kemuliaan pula yang akan kita dapatkan. Demikian inti dari bagian “Mulia Ketika Hidup, Mulia Ketika Mati”. Terakhir penulis menutup dengan kalimat yang teramat bijak. Mari berbangga menjadi perempuan, karena kita menjadi sekolah pertama bagi anak-anak kita yang akan mencetak mereka menjadi generasi penerus bangsa dan agama. Berbanggalah karena kita begitu diistimewakan Tuhan!


Cianjur, 12 Januari 2016