BEDAH BUKU SENYUM NOLINA

BEDAH BUKU SENYUM NOLINA
KUMPULAN CERPEN "SENYUM NOLINA" karya Dedi Saeful Anwar ini sudah bisa dipesan. Harga Rp38.000 (belum ongkir). [Info pemesanan dan penerbitan di FAM Publishing hubungi Call Centre 0812 5982 1511, atau via email forumaktifmenulis@yahoo.com, dan kunjungi web kami di www.famindonesia.com]

Minggu, 27 April 2014

KENANGAN PADA PAK MARDIWIYOTO



KENANGAN PADA PAK MARDIWIYOTO
(Guru PMP/PKn selama di SMEA Negeri Cimahi)
Oleh: Dedi Saeful Anwar

Bapak Mardiwiyoto adalah salah satu guru non muslim saat aku menimba ilmu di SMEAN Cimahi/SMEAN 3 BANDUNG (kini menjadi SMKN 11 BANDUNG). Beliau mengajarkan Mata Pelajaran Pendidikan Moral Pancasila saat itu yang kini berganti nama menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).
Perawakannya tinggi gagah. Rambutnya selalu tersisir rapi walau sudah berwarna hitam bercampur abu-abu dan putih saat itu. Bicaranya tegas, lugas dan dengan logat Jawa yang kental. Selalu mengurai senyum hangat pada siapapun termasuk juga pada murid-muridnya.
Ada beberapa hal unik pada diri beliau dan hal itu menjadi daya tarik tersendiri. Beliau selalu membawa tiga buah sapu tangan di sakunya. Ke-satu untuk mengusap mulut dan wajah seandainya sudah makan atau minum. Yang ke-dua untuk mengusap hidung seandainya bersin, dan yang te-tiga untuk mengusap sepatu jika berdebu. Karena itulah sepatunya selalu sehat mengilat.
Saat mengajar di kelas beliau paling suka jika ada murid yang bertanya. Beliau tak pernah membuka buka materi atau menuliskan materi di papan tulis. Tapi beliau menerangkan apa yang ada dalam benaknya mengalir deras. Bahkan beliau menyampaikan materi berdasarkan apa yan ditanyakan oleh murid-murinya. Gaya mengajar beliau meledak-ledak membuat suasana selalu segar.
Bahkan setiap menutup pelajaran, beliau selalu berpesan agar para murid menyiapkan beberapa pertanyaan untuk pertemuan selanjutnya. Beliau akan paling suka seandainya pertanyaan itu berdasarkan berita terhangat dari televisi atau surat kabar.
Beliau telah mengenalkan arti kedisiplinan dan kebersihan yang sesungguhnya. Jangan harap beliau mau mengajar di depan kelas jika ruangan itu tidak bersih. Pernah suatu ketika, saatku masih duduk di kelas 1 (sekarang istilahnya kelas XI). Belia. Jadwal masuk saat itu kebagian jam1 siang. Beliau tidak mau branjak dari tempat duduknya. Bicara pun enggan. Seisi kelas celiangak-celinguk. Apa gerangan yang membuat guku perfect itu tutup mulut.
Akhirnya seisi kelas tahun jawabannya. Ada segumpal kertas yang digulung di jendela sebelah kanan paling belakang kelas kami. Setelah kertas itu dibuang ke tong sampah. Barulah beliau mau memberikan pelajaran hari itu. Sejak saat itu para siswa menjadi lebih berhati-hati dalam menjaga kebersihan terlebih pada saat jam pejaran PMP. Karena secuil kertas urusan bisa berabe.
Beliau yang membuka mata-ku pada kehidupan bernegara dan mengenalkan salam "Merdeka". Salam nasional yang selalu dia ucapkan saat menjadi Pembina Upacara Pengibaran Bendera pada hari Senin. Namun jika beliau menjadi pembina upacara, bersiaplah betis para murid pegal-pegal saking lamanya memberikan amanat.
Pak Mardiwiyoto telah mengajarkan pada murid-muridnya, betapa pentingya mendengar, membaca serta mencari tentang berita dan informasi terbaru. Beliau pula satu-satunya guru saat itu yang mengingatkan para siswanya untuk mendengarkan pidato kenegaraan Presiden RI pada setiap tanggal 17 Agustus. Hingga isi pidatonya harus digunting dari surat kabar kemudian dikumpulkan menjadi tugas sekolah.
Kini Pak Mardi telah tiada. Semua yang telah beliau berikan pada murid-muridnya, kini masih membekas dan tak akan terhapus dalam benak. Semoga semua menjadi amal baik baik bagi beliau. Selamat jalan guru-ku. Rambutmu, bajumu, sepatumu yang selalu rapi masih menggelayut di kelopak mataku. Kelopak mata yang kini mengalirkan butir-butir bening semenjak berita kepergianmu. Selamat jalan Pak Mardiwiyoto
. ....t’rima kasihku, guru-ku.....


Tidak ada komentar:

Posting Komentar