BEDAH BUKU SENYUM NOLINA

BEDAH BUKU SENYUM NOLINA
KUMPULAN CERPEN "SENYUM NOLINA" karya Dedi Saeful Anwar ini sudah bisa dipesan. Harga Rp38.000 (belum ongkir). [Info pemesanan dan penerbitan di FAM Publishing hubungi Call Centre 0812 5982 1511, atau via email forumaktifmenulis@yahoo.com, dan kunjungi web kami di www.famindonesia.com]

Senin, 28 April 2014

SAMEN



SAMEN

Dahulu di tatar Sunda setiap akhir tahun ajaran sekolah sering diadakan samen. Arti samen sendiri tidak saya temukan secara pasti, hanya yang jelas samen adalah pesta akhir tahun yang diselenggarakan pada tiap kenaikan kelas atau kelulusan sekolah SD, SMP dan SMA.
Sekarang ini mungkin masih ada yang masih menggunakan istilah “samen” itu mungkin juga ada yang aneh atau asing dengan istilah samen. Terlebih generasi “gaul” jaman kiwari, mereka lebih ngena dengan istilah “prosesi wisuda”.
Saat ini tahun ajaran di sekolah tidak lama lagi akan berakhir berganti dengan tahun ajaran baru. Kesibukan di sekolah-sekolah mulai terlihat dan hangat. Warga sekolah bersiap menghadapi ujian dan kegiatan akhir tahun. Bagi beberapa sekolah di daerah sudah dipastikan samen tetap berlangsung, bahkan ada yang menjadikannya samen itu menjadi sebuah pesta rakyat. Pesta yang menjadi hiburan paling di tunggu setiap tahunnya dengan menyuguhkan kreasi seni peserta didik. Selain jadi ajang hiburan rakyat, tentu hal itu  bisa menjadi tolok ukur sejauh mana sekolah yang dalam hal ini menjadi lembaga pendidikan mampu mencetak generasi enerjik penuh talenta. Terlepas dari kepolosan anak-anak dan kesederhanaan tampilannya. Orang tua di desa bangga akan hal ini. Entah bagi orang tua di perkotaan.
Namun fenomena ini akan (mungkin sudah) mengalami sedikit pergeseran. Jika dahulu setiap akhir tahun hampir dipastikan selalu ada samen, dan itu selalu pasti dilaksanakan di pelataran sekolah. Tapi beberapa tahun belakangan kegiatan akhir tahun bergeser tradisinya. Entah mulai tahun berapa atau sekolah mana dan di kota apa yang memulainya.
Kegiatan akhir tahun ajaran di sekolah-sekolah kini tidak lagi diselenggarakan di pelataran sekolah, namun sudah merambah ke gedung-gedung penyewaan yang biasa digunakan untuk perhelatan hajat/pesta pernikahan. Bahkan sudah ada pula yang mengadakan pesta akhir tahun ajaran sekolah di sebuah hotel berbintang. Wow!
Kalau sudah begini sopo sing repot? Tiada lain dan bukan, pasti orang tua. Biaya samen tentunya melambung tinggi demi menutupi sewa gedung yang tidak murah tentunya. Belum sewa pakaian dan bedak untuk ke salon. Bagi kalangan the have, borjuis, bersaku tebal  atau apalah istilah lainnya,  biaya samen segitu bisa dikatakan kecil.
Tapi harap dicatat, samen itu milik semua. Samen bukan hanya milik kalangan berduit. Masih ada golongan marjinal yang jumlahnya tak sedikit dan bisa dipastikan selalu ada di setiap sekolah dengan profesi hanya sebagai kuli tani, pedagang asongan, bahkan masih ada yang nasibnya hari ini bisa makan besok belum tentu. Jangankan untuk bayar biaya samen dengan kisaran biaya ratusan ribu, utang biaya baju batik, biaya pakaian muslim dan biaya buku LKS--yang katanya tidak boleh dijual di sekolah, masih belum lunas. Miris!
Selain itu, pesta akhir tahun ajaran di sekolah kini tidak lagi hanya sekadar samen. Beberapa sekolah kini ada yang melaksanakannya dengan sebuah wisata. Salah? Tidak juga. Sah-sah saja karena itu bisa jadi merupakan program sekolah yang bersangkutan. Dan yang penting lagi, hal itu sudah mendapat persetujuan dari para orang tua dalam hal ini komite sekolah.
Tapi mbok ya apa ndak bisa, kalo samen diselenggarakan di sekolah aja? Guru-gurunya ngajarin kreasi seni. Kreasi seni asli anak sekolahan. Untuk anak Sekolah Dasar ‘gak usah lama-lama durasinya. Kalau tarian cukup 5-7 menit. Bila biaya sewa pakaian ke salon mahal, bisa menggunakan bahan-bahan seadanya. Daur ulang atau hasil alam yang ada di sekitarnya sebagai asesoris tambahan akan menjadi daya tarik tersendiri. Jenis seni pun bisa beragam. Ada membaca puisi, pidato/ biantara (sunda)/ da’i cilik, drama, vokal grup, tarian pop dan daerah yang jelas-jelas ada dalam KBM ( kegiatan belajar mengajar) selama setahun pembelajaran. Tinggal mematangkan saja di akhir tahun.
Untuk pembukaan bisa dengan upacara adat sederhana, syukur-syukur kalau punya alat musik tradisional, tambah mantap pastinya. Kemudian bisa ditampilkan pula pembacaan ayat suci Al Quran di awal-awal acara. Yang terpenting semua dari siswa untuk siswa dan oleh siswa. Jangan sampai acara samen sekolah, tapi  upacara adat di datangkan dengan menyewa dari sanggar seni. Qori (pembaca ayat suci Al Quran) oleh orang dewasa (profesional) yang di sewa. Kreasi seni siswa dilatih orang lain bukan guru-gurunya dengan alasan cukup mengatakan tidak bisa. Padahal kalau dengan kesungguhan yang besar semua bisa diatasi.
Lalu, di mana hasil KBM itu selama setahun? Nihil dan nol besar! Yang penting untung gede. Sing penting joget bae.
#28414

Tidak ada komentar:

Posting Komentar