BEDAH BUKU SENYUM NOLINA

BEDAH BUKU SENYUM NOLINA
KUMPULAN CERPEN "SENYUM NOLINA" karya Dedi Saeful Anwar ini sudah bisa dipesan. Harga Rp38.000 (belum ongkir). [Info pemesanan dan penerbitan di FAM Publishing hubungi Call Centre 0812 5982 1511, atau via email forumaktifmenulis@yahoo.com, dan kunjungi web kami di www.famindonesia.com]

Kamis, 24 April 2014

Menafsirkan Sebuah Senyuman: Proses Kreatif Buku Kumpulan Cerpen "Senyum Nolina"




Menafsirkan Sebuah Senyuman: Proses Kreatif Buku Kumpulan Cerpen "Senyum Nolina"
Oleh:  Dedi Saeful Anwar

Dalam hidup setiap manusia pasti pernah mengalami hal yang membuat tersenyum dan menangis. Sedih dan bahagia, sehat maupun sakit adalah bagian dari rasa dan keadaan yang selalu menyapa kita sehari-hari. Namun persoalannya, sejauh mana kita mampu memaknai perasaan itu. Kita diajarkan untuk tidak berlarut-larut dalam kesedihan, begitu pula sebaliknya, tidak seharusnya kita terjebak dalam euphoria kesenangan atau kebahagian. Akan lebih bijak seandainya kita mampu menakar rasa senang dan sedih itu dalam porsi yang sewajarnya.
Atas dasar itu semua, saya berusaha menafsirkan sebuah senyuman. Apakah senyuman itu memang ekspresi dari rasa senang atau sebuah senyum hanya untuk menutupi perasaan duka mendalam yang sudah terlalu sering menyapa? Berawal dari interaksi dengan kepolosan seorang gadis kecil yang mampu mengiris hati manakala ia mendapatkan sebuah ketidakadilan dalam hidupnya hanya karena keterbatasan yang ia miliki. Sementara tiada satu pun manusia di bumi ini yang meminta terlahir dalam ketidaksempurnaan. Justru kita yang memiliki kesempurnaan fisik, malah terkadang sering melakukan hal yang tanpa disadari dengan bersikap jauh dari rasa beryukur.
Ada rasa pedih saat menyaksikan ketidakadilan yang nyata dan menohok mata itu.  Lantas mengetuk hati untuk berbuat sesuatu, berharap bisa mengobati hati yang terlanjur lirih. Menuangkan perasaan ini dengan menulis, inilah yang mampu saya lakukan. Banyak orang yang melakukan aksi protes akan ketidakadilan, dengan turun ke jalan sambil mengusung spanduk yang bertuliskan kata-kata umpatan juga hujatan. Tidak sedikit pula yang berkoar menyuarakan perasaannya melalui corong pengeras suara dengan segala sumpah serapahnya. Semua sah-sah saja, asalkan menuhi aturan yang berlaku.
Sementara saya menyuarakan hati ini atas apa yang dilihat, didengar dan dirasakan melalui bentuk tulisan. Sebuah tulisan diharapkan mampu mengekspresikan atau mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam bahasa tulis, demikian sebuah kalimat yang pernah saya  tangkap. Sehingga tulisan itu akan sampai  pada tangan para pembacanya. Bahkan, berharap pula mampu menembus sekaligus merubuhkan tembok ketidakadilan yang angkuh. Hingga melintasi ruang dan waktu.
Berbicara ketidakadilan, hampir setiap orang pula pernah mendengarnya, melihat bahkan mengalami dan merasakannya. Reaksi atas fenomena ini tentu saja berbeda bagi setiap orang dalam menyikapinya. Setiap hari kita pun sering mendengar dan melihat pemberitaan  tentang ketidakadilan. Baik melalui media cetak maupun elektronik. Semua berjejal memenuhi ruang otak kita yang hanya sekepalan tangan ini. Jika tak mampu meredam semua itu, kiranya meledaklah otak ini yang tidak mustahil akan berwujud menjadi sebuah schizophrenia.
Bersyukurkah kita, Allah SWT memberikan kita qolbu (hati). Dengan hati kita mampu menyaring dan menahan luapan emosi yang menjejali otak kita setiap hari. Dengan hati kita mampu berempati, dan dengan hati pula kita mampu mengobati luka hati. Untuk itulah, saya berusaha memotret semua bentuk ketidakadilan dalam kehidupan di negeri ini ke dalam sebuah tulisan.
Awalnya saya menulis dalam bentuk puisi atau opini mini. Kemudian menuangkannya beberapa tulisan ke dalam buku harian/diary. Ada pula yang berbentuk sebuah file yang diketik dan disimpan dalam flash disk. Hingga pernah sebuah flash disk itu terbakar oleh sebuah CPU saat menggunakan jasa rentalan komputer. Hilanglah semua arsip itu. Raib tak terselamatkan. Sungguh mengenaskan!
Kemudian saya berusaha menyimpan data-data itu ke dalam e-mail. Hingga kini  surat elektronik yang sudah berumur belasan tahun itu masih menyimpan tulisan-tulisan lama saya. Entah dari mana ide itu, saya hanya terdorong sebuah keinginan, bagaimana caranya agar file/ data hasil tulisan saya bisa aman dalam jangka waktu yang lama. Saat itu di dalam benak pernah terlintas untuk membuat blog. Hingga saya belajar membuat blog melalui buku panduan yang dibeli pada awal tahun 2000-an. Namun hal itu akhirnya diurungkan, karena saya pikir blog akan itu akan mudah dicopy walaupun keuntungannya karya bisa dilihat banyak orang (baca: terpublikasikan). Walau pada akhirnya saya tergiur juga, bahkan melahirkan dan mengelola tiga Blog sekaligus.
Dulu saya sering mengetik di rentalan komputer, komputer milik saudara atau menggunakan fasilitas komputer di sekolah tempat saya sehari-hari mengajar. Namun dengan berkurangnya intensitas ke warnet,  akhirnya saya mengarsipkan tulisan-tulisan itu dalam beberapa keping compact disc karena tidak memiliki komputer sendiri. Hingga dari beberapa tulisan itu ada yang berumur hampir sepuluh tahun, mereka mengendap dalam bentuk CD.
Pada pertengah tahun 2001 saya mencoba menulis beberapa cerpen. Bahkan saya mencoba menulis carpon (carita pondok) atau cerita pendek yang berbahasa Daerah (Sunda) dalam buku harian. Sejak itu berhenti dan vakum cukup lama. Barulah pada 2007 saya mencoba menulis cerpen lagi untuk diikutsertakan dalam sebuah lomba yang diadakan oleh sebuah Majalah sekolah d Kota Cianjur. Dan cerpen karya saya saat itu menjadi salah satu yang terbaik dan kini tergabung dalam buku ini bersama sebelas cerpen lainnya.
Setelah kumiliki sebuah PC tua, barulah saya bisa memindahkan dan menyimpan tulisan-tulisan tersebut. Saat itu terbersit dalam benak, yang penting saya bisa menyimpan tulisan-tulisan itu dengan aman. Tidak pernah terlintas sedikit pun dalam benak saya untuk mengarsipkannya dalam sebuah buku. Mustahil rasanya.
Namun sejak mengenal media sosial (facebook) pada awal 2010, hobi menulis sepertinya mulai mendapat tempat lain. Selain sebagai media untuk berkomunikasi dengan sahabat lama maupun baru, media sosial ini dipergunakan pula untuk menulis beberapa catatan. Sekarang, media sosial ini justru menjadi sarana paling mudah untuk menyalurkan hobi menulis. Mulai dari hanya membuat status yang pendek hingga menuliskan catatan lainnya, baik berupa opini, puisi maupun cerita pendek.
Secercah harapan datang tanpa diduga. Ketika asyik berkencan dengan “mbah” Google  saya membaca sebuah kesempatan ajang menulis. Sebuah event menulis puisi yang diselenggarakan oleh FAM Indonesia pada penghujung tahun 2012. Sejak itulah babak baru karir menulis saya dimulai.  Petualangan menulis pun terus berlayar. Hingga saya bergabung dengan beberapa grup kepenulisan lainnya yang cocok untuk dijadikan sumber pembelajaran. Ghirah menulis semakin tumbuh subur menggiring dan membimbing jemari ini menyapa tuts-tuts keyboard. Berpuluh even menulis saya ikuti sepanjang tahun 2013 yang kini telah melahirkan 26 antologi. Sungguh tak pernah terbayangkan sebelumnya. Buku Antologi puisi “Kejora yang Setia Berpijar”, yang terbit pada Januari 2013 adalah adalah setitik api yang menyala dan merupakan benih semangat yang melahirkan “Senyum Nolina”.
Dalam hidup ini, saya menjalaninya ibarat air mengalir. Semua yang terjadi di bumi ini adalah kehendak-Nya. Begitu pun saat saya berjumpa dengan FAM. Saya menyikapi hal ini merupakan sebuah anugrah, bukan kebetulan semata. Saya meyakini bahwa Allah SWT sudah merencanakan banyak hal indah dalam hidup ini termasuk perjumpaan saya dengan FAM. Namun semua itu rahasia-NYA. Saya semakin menikmati kegiatan menulis ini. Apa yang saya rasakan saya tulis dalam bentuk puisi, cerpen dan essay.
Sepanjang 2013, selain di FAM, saya berpetualang mengikuti beberapa even antologi di beberapa grup kepenulisan seperti: Penulis dan Sastra (PEDAS), Antologi Es Campur (ECA), Warung Antologi, Harfeey, Pena Meta Kata, Jaringan Pena Ilma Nafia (JPIN), Panggung Aksara Tarian Pena (PATP) maupun grup yang lainnya.  Semua grup itu tentu sangat memberikan kontribusi dalam perkembangan menulis saya. Hal itu juga memberikan ruang kreatif yang lebih luas lagi, jadi tidak ada salahnya saya sangat berterima kasih dan angkat topi kepada grup atau wadah kepenulisan yang telah turut serta memberikan ilmunya kepada saya. Baik kepada para Admin (pengurus grup tersebut maupun kepada para anggotanya yang sekaligus menjadikan saya lebih banyak teman bahkan saudara baru).
Kemudian, di penghujung 2013 muncul keinginan untuk mendokumentasikan karya–karya yang tercecer itu menjadi sebuah buku tunggal sekaligus menerbitkannya. Walau ada rasa ragu yang sangat kuat, namun berkat dorongan semangat dari beberapa teman dan kesempatan yang diberikan oleh FAM Publishing yang terbuka terbuka lebar, saya terus berusaha mewujudkan impian tersebut.
Dalam mewujudkan sebuah keinginan atau cita-cita tentu bukan perkara mudah dan tidak mulus begitu saja. Semua perlu kesungguhan dan niat yang kuat dibarengi dengan kesabaran dan keikhlasan. Apalagi waktu yang dimiliki harus terbagi untuk beberapa kegiatan dan kepentingan lainnya, seperti rutinitas pekerjaan, keluarga dan hal mendadak lainnya yang tidak bisa ditangguhkan. Karena itulah, sejak bulan Juli 2013 saya mulai mengumpulkan naskah-naskah yang tercecer. Untuk kemudian dibaca ulang. Ada yang kalimatnya ditambah maupun dikurangi, ada yang berganti judul bahkan ada pula yang berkali-kali nama tokohnya saya ganti hingga lima kali disesuaikan dengan tema latar belakang dan alur cerita.
Saya memasang target, bahwa buku ini ingin terbit tepat di hari kelahiran saya pada November 2013. Lalu, menyisihkan waktu di malam hari untuk sekadar membaca  ulang dan mengoreksi tulisan yang dirasa kurang pas, itu pun jika lelah tidak terkuras karena siang hari disibukkan dengan pekerjaan rutin juga kegiatan lainnya hingga menjelang sore. Beberapa naskah lama dan baru saya siapkan. Hingga terkumpullah dua puluh dua cerpen yang disiapkan untuk buku kumpulan cerpen pertama ini.
Menginjak bulan Agustus 2013 di tengah semangat menggebu untuk menyelesaikan beberapa naskah, saya lupa dengan kondisi badan hingga sebuah rasa sakit muncul dan mengganggu aktivitas. Walau tidak begitu parah namun penyakit yang dirasa cukup mengurangi intensitas duduk di depan komputer. Saya tidak bisa terlalu lama duduk. Sehingga target ingin menyelesikan naskah bulan September 2013 pun akhirnya gagal.
Selama menyusun karya tunggal ini pertama ini, saya masih tetap mengikuti beberapa even menulis lainnya. Itu pun jika tema yang disajikan dalam event tersebut cocok. Hal itu saya lakukan demi menghindari kejenuhan dan kebuntuan ide. Ketika menginjak bulan September 2013, saya menghentikan pengejaran target ini dikarenakan harus menyelesaikan tugas dan pekerjaan lain yang tidak bisa ditinggalkan.
Menginjak awal Oktober 2013 awan mendung kembali menggayut dalam proses mewujudkan cita-cita ini. Tepatnya pada 5 Oktober 2013, saat menyelesaikan sebuah naskah, berita mengejutkan muncul melalu ponsel, sekitar jam sepuluh malam. Ibunda tercinta pergi menghadap-Nya di tengah semangat mewujudkan impian ini. Manusia hanya berencana, Allah SWT memiliki rencana lain. Ingin hati mempersembahkan sebuah buku tunggal ini kehadapan beliau, namun Yang Maha Kuasa berkehendak lain. Pagi hari, 6 Oktober 2013 saya mengantarkan jenazah ibu hingga ke peristirahatan terakhirnya tepat di hari kelahiran putri bungsu. Padahal hari itu saya berniat untuk menjenguk Ibunda sambil bersyukur dan berkumpul menikmati nasi kuning sebagai bentuk rasa syukur kami.
Semenjak kepergian ibunda, berhari-hari saya kehilangan semangat menulis (writer's block). Saya tak mampu menuliskan sebuah kalimat pun. Rasa duka mendalam terus menggelayuti benak dan perasaan. Kehilangan orang tercinta serta yang begitu dekat sekaligus paling dihormati benar-benar memukul semangat hidup saya. Pada minggu kedua sejak kepergiannya, saya kembali, sedikit demi sedikit merasakan ada tenaga untuk mencurahkan perasaan dan ide yang mulai berdatangan kembali.
Bulan November lewat begitu saja. Hari kelahiranku tidak mewujudkan buku tunggal seperti apa yang kuimpikan selama ini. Saya  kembali berkutat dengan naskah-naskah yang belum tuntas. Namun Allah SWT masih ingin kesabaran ini. Tepat di bulan November 2013 ini rasa sakit yang kurasa sejak beberapa bulan lalu kian mengganggu. Kaki kanan saya tidak bisa bergerak normal. Setiap bergerak terasa sakit yang luar biasa. Duduk, jongkok dan berjalan pun tidak bisa saya lakukan. Bahkan saat berbaring  atau tidur pun saya harus bergerak sangat hati-hati. Bila tidak, saraf kaki kanan saya seperti tertarik dan terasa sakit yang luar biasa. Saya berusaha menyelesaikan naskah sambil menahan sakit yang teramat sangat di sekitar pinggul, paha, betis hingga telapak kaki bagian kanan.
Namun demi mengejar target ingin selesai bulan Desember, maka saya berusaha menyelesaikan dan mengedit beberapa naskah sambil berbaring atau tengkurap di atas tempat tidur. Akhirnya saya pun memutuskan untuk mengurangi jumlah naskah yang akan diterbitkan dalam buku kumpulan cerpen ini. Dengan pertimbangan ingin menerbitkan bertepatan dengan Milad FAM yang ke II pada 2 Maret 2013.
Dari dua puluh dua cerpen, akhirnya yang kupilih hanya 12 saja. Delapan cerpen tidak sempat terselesaikan karena kondisi badan yang tidak mampu berlama-lama di hadapan komputer. Sambil terus menjalani pengobatan, saya putuskan untuk segera menerbitkan kedua belas cerpen ini sebagai perwujudan rasa syukur. Namun begitu perasaan khawatir dan tidak percaya diri terus menyelimuti perasaan ini. Sudah layakkah tulisan saya diterbitkan? Dan atas dorongan kuat dari keluarga, rekan-rekan dan sahabat di sekeliling saya, akhirnya kekuatan itu muncul.
Lagi-lagi sebuah ujian datang. Walau kali ini tidak berdampak langsung kepada saya, namun harus menangguhkan kemunculan “Senyum Nolina”. Kali ini sebuah ujian yang tidak bisa dihindari manusia secara umum di negeri ini, yaitu Erupsi Gunung Kelud. Musibah yang melanda negeri ini tepat pada 14 Februari 2013. Kantor FAM yang berada di Kediri dan tak jauh dari lokasi kejadian, tentu saja sangat merasakan langsung dari bencana alam ini. Akhirnya penerbitan buku ini, kembali kertunda. Saya berkesimpulan bahwa manusia memang hanya mampu untuk merancang rencana, Allah SWT yang Maha Kuasa. Saya sungguh menikmati dan mendapatkan banyak hikmah selama proses kelahiran “Senyum Nolina” ini.
Saat buku ini sudah siap terbit, saya sempat pula dihadapkan dengan kebingungan untuk memilih 3 (tiga) judul yang dianggap mewakili isi buku ini. Selain itu saya musti mencari gambar yang cocok untuk dijadikan kover buku ini. Hal ini saya anggap sebuah tantangan demi maskimalnya sebuah karya.
Dalam menentukan judul pilihan, saya berusaha mengajak istri untuk berdiskusi tentang tiga judul yang diajukan Penerbit. Setelah beberapa hari melalui perdebatan kecil dan berbagai pertimbangan, akhirnya terpilihlah “Senyum Nolina”. Tokoh Nolina seakan ingin mengatakan bahwa kita musti menghadapi berbagai rintangan dan cobaan dalam hidup ini  dengan tawadhu. Langit tak selamanya mendung, begitu pun hujan. Dia akan segera pergi dan meninggalkan berjuta titi air yang memunculkan warnanya nan elok membentuk garis pelangi.
Kemudian dalam mencari ide menentukan gambar kover, awalnya saya mencoba searching di google. Beberapa gambar kemudian saya koleksi, namun tidak satu pun yang dirasa cocok atau pas. Lantas, saya menangkap ide untuk meminta bantuan seorang keponakan dan seorang adik. Kebetulan mereka berdua memiliki kemampuan dalam hal ilustrasi maupun menggambar. Beberapa gambar pun saya peroleh dari mereka. Sungguh, Allah SWT memberikan kemudahan dalam hal ini. Adik dan keponakan saya itu benar-benar ikhlas membantu. Semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka. Akhirnya terpilihlah sebuah gambar yang kini menghiasi sampul depan buku Kumpulan Cerpen  Senyum Nolina” ini adalah karya Adik saya, M. Ali Nurjamil, S.Pd.
***
Alhamdulillah, kini rasa syukur sudah sepatutnya saya ucapkan. Melalui berbagai rintangan dan tantangan naskah-naskah yang tercecer kini telah berubah wujud menjadi buku. Sebuah buku yang berusaha mengangkat beragam kisah yang tersimpan pada guratan wajah negeri ini, dalam bentuk fiksi (kumpulan cerpen). Perjuangan hidup, kemiskinan, carut-marut sosial-ekonomi, menumbuhkan jiwa entreupreneurship, potret buram dunia pendidikan, nilai-nilai budaya yang kian luntur, permasalahan dunia anak dan remaja, hingga menumbuh rasa empati pada sesama, semua terangkum menjadi napas dalam rangkaian kisah pada buku ini. Melalui rangkaian kata yang sederhana namun mudah untuk disimak juga tanpa banyak bertele-tele, buku ini disajikan demi memaknai hidup.
Senyum Nolina” lahir dari proses penyelaman kehidupan yang selama ini dialami, didengar dan dirasakan. Betapa hidup ini masih memerlukan uluran tangan para pemilik hati yang ikhlas dan tulus. “Senyum Nolina” menyiratkan guratan hidup yang teramat penuh liku perjuangan. Tidak mudah menghadapi hidup, namun bukan pula berarti hidup ini harus sia-sia. Di luar sana masih ada, bahkan tidak sedikit yang perlu dibenahi. Meraih cita-cita ternyata tidak semudah memetik bunga melati. Masih banyak kaum marjinal yang semakin tersisihkan, sementara para pemilik negeri yang memiliki janji-janji masih lelap dalam mimpi-mimpi.
Senyum Nolina”, ingin membuka lembaran baru yang penuh rasa optimis setelah melalui rintangan dan ujian. Dia tak ingin hidup berada terus di bawah payung awan yang gelap. Dia tidak ingin beralama-lama dalam deras rinai. Dia ingin memandang pelangi yang datang selepas kepergian hujan. Dia masih berharap kehadiran embun segar di pagi hari. Dia selalu merajut impian menyongsong fajar esok hari. “Senyum Nolina” ingin mengisi hidupnya dengan guratan prestasi demi mewujudkan lukisan mimpinya yang pernah digoreskan pada garis pelangi.
Seperti yang saya kisahkan di atas, bahwa dalam proses lahirnya buku ini, sempat menghadapi masa berkabung yang dalam atas kepergian ibu. Untuk itulah saya persembahkan buku ini secara khusus kepada beliau, sosok wanita lembut yang berselimut kasih dan sayang. Sosok yang selalu siap mengusapkan halus tangannya manakala anak-anaknya menghadapi kegetiran hidup. Sosok yang selalu mengisi tempat khusus dalam hati ini. Tentunya tak lupa pula kepada almarhum ayah, yang telah jauh lebih dahulu menghadap Illahi. Inilah persembahan ananda yang berusaha mengikuti tauladan dengan menebarkan senyuman. Love you Dad, love you Mom. You’ve given me millions inspirations. I do!
Akhir kata, kepada semua saudara, rekan dan teman, sahabat, murid-murid, serta pembaca pada umumnya, selamat menikmati “Senyum Nolina”!
Salam santun!
Dedi Saeful Anwar
Cianjur, 19 Maret 2014

Keterangan:
  1. Foto: sampul buku kumpulan cerpen “Senyum Nolina” terbitan FAM Publishing.
  2. Untuk pembelian buku, silakan menghubungi nomor 0812 5982 1511 (Tim FAM Indonesia) via telepon atau SMS.
  3. Tulis jumlah eksemplar buku yang ingin Anda beli beserta nama dan alamat lengkap Anda. Harga per buku Rp38.000,- belum termasuk ongkos kirim.
  4. Tebal buku 131 halaman, dimensi 13 x 20 cm.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar